Jumat, 19 Februari 2010

KARIKATUR

Karikatur adalah gambar bernuansa tulisan yang mengandung makna tersirat di dalamnya mengandung unsure penafsiran, analisis dan penuh keseriusan.
Pembuatan karikatur:
- Harus disesuaikan dengan kontek kekinian
- Tidak mengandung unsure SARA
Pers mahasiswa (2)
1. Pers kampus
2. Pers mahasiswa
Pers kampus: penerbitan tabloid yang dikelola oleh mahasiswa dan pimpinan institute.
Pers mahasiswa : pers yang khusus di kelola oleh mahasiswa.
Perbedaan pers kampus dengan pers mahasiswa
Pers kampus yang dikelola oelh kampus dan dananyadari universitas/institute/kampus
Pers mahasiswa yang dikelola oelh mahasiswa dan suplai dananya tidak diambil dari institute/universitas/campus akan tetapi dari biaya pribadi (pers mahasiswa ini biasanya tidak bertahan lama)

Tajuk Rencana dan Pojok

Tajuk rencana adalah pojok yang dianggap mencerminkan sikap pengelola media. Sedangkan pojok adalah sentilan (menyindir)
Perbedaan tajuk dengan pojok:
Tajuk di tulis dengan gaya yang resmi baki dan serius, di dalamnya terdapat unsure analisis dan pemecahan masalah.
Sedangkan pojok, bersifat santai dan sentilan. Jadi jika tajuk mengajak serius sebaliknya pojok mengajak tertawa dan senyum.
Yang berhak membuat tajuk rencana adalah pimpinan media.
Cirri pojok:
- Tidak boleh menyindir orangnya langsung
- Tidak boleh menyindari SARA
- Menyindir secara umum

Jurnalistik

IDE & ANGEL
Angel adalah teknik penarikan judul dalam sebuah berita yang didasari ole hide atau gagasan keduanya (ide & angel) saling berkaitan dan saling mendorong untuk menarik berita.

LAY OUT & TATA LETAK
- Circus lay out = tak beraturan (judulnya banyak)
- Arial lay out = perwajahan halus
- Normal lay out = biasa-biasa saja
Lay out adalah teknik penempatan judul pada surat kabar.
Tata letak/ perwajahan adlaah modal penempatan wajah setiap penerbitan surat kabar.
Manfaat lay out / perwajahan
1. Memperindah judul berita pasa setiap halaman
2. Tidak membosankan pembaca
3. Daya tari masyarakat pembaca kepada Koran tersebut
Sebelum membuat lay out harus ada dammy. Dammi adalah kerta yang diarsir sebelum para cetak.

SURAT PEMBACA

Surat Pembaca

1. Foto cofi/identitas
2. Max 4 paragraf,
3. 28 kata T
4. ak ada unsur SARA
5. Saran, kritik, keluhan
6. Bahasa yg baik

FEATURE
Feature adalah tulisan yang mengandung human inters yang digarap atau ditulis oleh reporter (wartawan), kemudian feature gaya penulisannya tidak bertele-tele dan memiliki 4 unsur:
1. Kreatifitas
2. Subjektivitas
3. Informative
4. Menghibur (intertaiment)
Kunci penulisan feature terletak pada angel, yaitu cara penarikan judul
KANTOR BERITA
- Kantor berita internasional (word agencie)
- Kantor berita nasional (nasional agencie)
- Kantor berita khusus (spesialis agencie) menghimpun berita bertahap
- AFP Prancis
- AP AS
- UPA AS
- INS AS
- Reuters Inggris
- CNN AS
Kaantor berita nasional harus memiliki perwakilan dari Negara-negara lain (200 negara)
Kantor berita nasional yaitu hanya memiliki perwakilan di propinsi.
Nama-nama kantor berita
Indonesia - antara - 33 propinsi
Malaysia - barnama - 10 propinsi
Cina - Xii Hua - 100 propinsi
Irak - Irna
Australia - HBO

Jurnalistik Pendidikan

Struktural Jurnalistik
Manajemen Redaksional
Pimpinan Redaksi SE. Hukum
Wakil Pimpinan Redaktur
Redaktur pelaksana
Redaktur Chief Reporter
Reporter
Skema Perjalanan Berita
Berita Wartawan Redaktur halaman
Email lay out
Faximili Sirkulasi
Telepon Pembaca
Pemimpin redaksi
Tugasnya mengkaper urusan luar yaitu pemerintahan luar (eksternal)
Wakil pimpinan redaksi
Tugasnya mengurus internal surat kabar
Redaktur pelaksana
Tugasnya mengawasi kerja redaktur
Redaktur
Tugasnya mengedit berita wartawan
Chief reporter
Tugasnya mengarahkan kelapangan

TEORI BELAJAR CONTIGUOUS CONDITIONING

Secara pragmatis teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atau sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Sebenarnya banyak teori-teori yang terkenal atau yang menjelaskan dan menguraikan tentang belajar, namun dalam pembahasan ini hanya ada salah satu yang akan dibahaw diantara banyaknya teori-teori belajar tersebut, yaitu teori belajar contiguous conditioning (pembiasaan asosiasi dekat).
A. Pengertian Teori Belajar Contigous Conditioning
Istilah teori belajr contiguous conditioning dibagi menjadi dua buah kata yaitu contiguous dan conditioning. Contiguous yaitu asosiasi dekat, dan conditioning yaitu kebiasaan atau yang dikondisikan. Jadi pengertian teori belajar contiguous conditioning adalah teori belajar yang mengasumsikan bahwa terjadinya peristiwa belajar itu berdasarkan kedekatan hubungan antara stimulus dengan respon yang relevan.[1]
Jadi berkembangnya prilaku anak atau siswa dalam proses belajar mengajar menurut teori ini, bukan karena adanya stimulus dan respon akan tetapi karena dekatnya hubungan antara stimulus dengan respon sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya.
Teori belajar contiguous conditioning ini lebih sering dikenal dengan teori belajar istimewa dibandingkan dengan teori-teori belajr lainnya, dalam arti teori ini dekategorikan dengan teori yang sederhana dan efisien, karena dalam teori ini terdapat satu prinsip yaitu contiguitas (contiguity) yaitu kedekatan asosiasi antara stimulus dengan respon. Atau dengan kata lain teori belajar contiguous conditioning ini mengaplikasikan tentang pentingnya mengkondisikan kedekatan antara stimulus dan respon, beda dengan teori-teori yang mengkondisikan bahwa terjadinya peristiwa belajar mengajar itu berdasarkan adanya stimulus sehingga mengakibatkan timbulnya respon.
B. Teori Belajar Contigous Conditioning dalam Psikologi Belajar
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa teori belajar contiguous conditioning itu untuk mengutamakan prilaku dan perubahan tingkah laku organism itu melalui hubungan dekatnya asosiasi stimulus daengan respon. Menurut teori ini, apa yang sesungguhnyadipelajari orang, misalnya seorang siswa adalah suatu reaksiatau respon terakhir yang muncul atas sebuah rangsangan atau stimulus. Artinya setiap peristiwa belajar hanya mungkin terjadi sekali saja atau untuk selamanya atau mungkin sama sekali tidak terjadi.
Dalam pandangan teori tersebut (Edwin R. guthric 1886-1959), bahwa peningkatan berangsur-angsur kinerja hasil belajar yang lazim dicapai seseorang siswa itu bukanlah hasil dari berbagai respons kompleks terhadap stimulus-stimulus sebagaimaan yang diyakini oleh para behavioris lainnya, melainkan karena dekatnya asosiasi antara stimulus dengan respon yang diperlukan.
Yang dimaksud dengan asosiasi ialah hubungan antara tanggapan yang satu dengan reproduksi adalah kemampuan jiwa untuk mengeluarkan kembali tanggapan dalam hal kesadaran. Disamping itu ada juga jenis-jenis reproduksi yaitu:
1. Menurut yang menimbulkan
a. Reproduksi dengan perantara artinya timbulnya itu akibat adanya perangsang dari luar.
b. Reproduksi tanpa perantara yaitu yang dating dengan sendirinya
2. Menurut cara timbulnya
a. Reproduksi terikat yaitu reproduksi yang timbul dengan sengaja
b. Reproduksi bebas yaitu reproduksi yang timbulnya tidak disengaja dan timbulnya itu bersifat apa adanya.
Menurut Berbart dan Aristoteles dalam aliran ilmu jiwa daya, bahwa hukum asosiasi itu berlaku kepada [2]:
Hukum-hukum asosiasi : Mekanis
- Hukum serempek
- Hukum berurutan
: Logis
- Hukum berlawanan
- Hukum bersamaan

1. Hukum serempek yaitu tanggapan-tanggapan yang timbul bersama-sama. Contohnya: meja, kursi, papan dan mengga.
2. Hukum berurutan yaitu tanggapan yang mempunyai urutan timbul berhubungan dan berurutan. Contoh: 1,2,3,4 atau a,b,c,d, dll.
3. Hukum persamaan yaitu tanggapan-tanggapan yang hamper sama berhubungan dan saling mereproduksi, contoh: belut dengan ular.
4. Hukum berlawanan yaitu tanggapan-tanggapan berlawanan yang berhubungan dan saling mereproduksi. Contoh: tinggi dengan rendah, bodoh dengan pandai.
Sedangkan menurut Abu Ahmad dan Widodo Supriyono, dalam mengenal hukum-hukum asosiasi itu mereka cenderung pada pandangan ilmu jiwa modern, yaitu hukum asosiasi itu bukan seperti yang telah disebutkan di atas, melainkan hanya satu yaitu hukum kontiunitas artinya tanggapan-tanggapan yang berdekatan atau berasosiasi, tanpa serempek, berlawanan dan berurutan.
Kemudian hal-hal yang mempengaruhi asosiasi itu sendiri antara lain:
a. Keadaan jasmani seseorang
b. Tipe-tipe seseorang
c. Keperluan bereaksi terhadap perangsang.
Jadi setelah kita melihat hukum-hukum asosiasi dan hal-hal yang mempengaruhinya maka akan memudhkan kita untuk mendekatkan pemahaman tentang kedekatan asosiasi stimulus dengan respon. Dalam contoh sederhana kita dapat melihat bahwa peristiwa belajar teori contiguous conditioning memang sering terjadi, seperti mengasosiasikan 2 + 2 dengan 4 (empat), kemudian mengasosiasikan kewajiban dibulan ramadhan dengan berpuasa, dan contoh lain mengasosiasikan 17 Agustus dengan hari kemerdekaan Republik Indonesia (RI).
Jadi belajar dengan contiguous conditioning sederhana seperti asosiasi-asosiasi tersebut di atas dapat terjadi misalnya dengan menyajikan stimulus-stimulus seperti berikut:
Dua tambah dua sama dengan…………
Kewajiban di bulan suci ramadhan adalah……….
Dan tanggal 17 Agustus adalah………
Jadi dengan kita menyajikan stimulus-stimulus seperti di atas yang sebelumnya kita sudah membuat kedekatan-kedekatan, sudah barang tentu tak dapat dipungkiri lagi, bahwa kegiatan para siswa-siswa untuk melengkapi kalimat-kalimat di atas dengan kata-kata empat, berpuasa, dan hari kemerdekaan Republik Indonesia (RI) menunjukkan adanya peristiwa dalam diri para siswa tersebut.
Jadi menurut saya dalam teori contiguous conditioning ini menenkankan bahwa terjadinya peristiwa belajar atau perubahan tingkah laku seorang anak didik untuk mencapai kedewasaan berdasarkan kedekatan asosiasi antara stimulus dengan respon.

[1] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (PT Logos Wacana Ilmu, Jakarta: 1999), Hlm: 91
[2] Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, Rineka Cipta. Hlm: 23

INGATAN

Pengertian Ingatan
Setiap manusia memiliki ingatan, ingatan merupakan sesuatu yang khususnya dalam proses belajar ingatan mempunyai peranan yang sangat besar, dalam kegiatan belajar mengajar untuk itu perlu kita ketahui apa itu ingatan?.
Ingatan dalam bahasa Inggris disebut “memory” adalah kekuatan jiwa untuk menerima, menyimpan, dan memperoduksi kesan-kesan. (H. Abu Ahmadi, Psikologi Umum, Hlm: 70). Menurut Sumardi Suryabrata (Psikologi Pendidikan Hlm” 44) ingatan yakni kecakapan untuk menerima, menyimpan dan memproduksi kesan-kesan. Sedangkan ingatan menurut Slameto (Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Hlm:113) adalah penarikan kembali informasi yang pernah dialami sebelumnya.
Dalam kamus ilmiah popular ingatan adlaah suatu kemampuan jiwa menghubung-hubungkan pengalaman yang telah lampau dengan pengalaman yang sekarang, jadi pengalaman yang telah melekat didalam jiwa seseorang di produksi di dalam masa sekarang.
Kartini Kartono sebagaimana dikutip Suprayetno W (Diktat Psikologi Belajar Hlm:19) menyatakan bahwa ingatan adalah kemampuan untuk mencamkan, menyimpan, memproduksi kembali isi kesadaran.
Dari beberapa defenisi di atas, dapat dikatakan mengandung arti yang tidak jauh beda yakni menerima, menyimpan dan memproduksi. Jadi ingatan adalah suatu pengalaman yang pernah/ sudah terjadi sebelumnya kemudian dalam situasi tertentu ia muncul dengan adanya alas an-alasan tertentu yang menarik ia keluar sehingga direproduksi kemabli.
Ingatan sangat penting dalam kehidupan manusia karena ia berfungsi sebagai pelengkap dalam berfikir kerena pemikir-pemikir yang baik adalah orang-orang yang telah belajar untuk mengingat kembali pengalaman-pengalamannya. Dengan adanya kemampuan untuk mengingat pada manusia berarti adanya suatu indikasi bahwa manusia mampu menerima menyimpan dan memunculkan kembali dari sesuatu yang pernah dialaminya.
B. Fungsi dan Sifat Ingatan
Ingatan mempunyai-fungsi-fungsi yang membantu manusia seseorang khususnya siswa dalam proses pembelajaran. Secara teori dapat dibedakan adanya tiga aspek dalam berfungsinya ingatan sebagai berikut:
1. Mencamkan yaitu menemukan kesan-kesan
Mencamkan terbagi kepada dua bagian yaitu mencamkan secara sengaja dan mencamkan secara tidak sengaja.
2. Menyimpan kesan-kesan ingatan berhubungan dengan emosi seseorang akan mengingat sesuatu yang lebih baik, apabila peristiwa-peristiwa itu menyentuh perasaan-perasaan sedang kejadian yang tidak menyentuh emosi akan di abaikan, dari sinilah kesan-kesan itu disimpan di otak seseorang siswa apabila ia sangat suka dengan satu mata pelajaran, maka ingatan pada mata pelajaran tersebut sangatlah kuat dan memungkinkan dapat disimpan lama.
3. Memproduksi kesan-kesan, yaitu pengaktifan kembali hal-hal yang dicamkan, dalam reproduksi ini ada 2 bentuk, yaitu:
a. Mengingat kembali, misalnya minggu lalu siswa-siswadiberikan materi tata tertib wudhu’ dan hari ini anak/ siswa ditanya hal yang sama, maka siswa akan mengingat kembali materi minggu lalu.
b. Mengenal kembali, misalnya siswa kehilangan sebuah pulpen lalu di perlihatkanlah sebuah pulpen, maka siswa akan mencocokkan kesan yang telah tersimpan dengan sebuah pulpen yang diperlihatkan di depannya.
Dalm buku (Psikologi Pendidikan : Abu Ahmadi, Hlm: 70-71) Ada beberapa sifat-sifat ingatan yaitu:
1. Ingatan yang cepat dan mudah yaitu seseorang dapat dengan mudah dalam menerima kesan-kesan, misalnya ada siswa yang dengan cepat dapat mengingat pelajaran sementara ada siswa yang lambat mengingat pelajaran meskipun sudah dilakukan pengulangan.
2. Ingatan yang luas ; sekaligus seseorang dapat menerima banyak kesan-kesan dan dalam daerah yang luas.
3. Ingatan yang teguh : kesan yang telah diterimanya itu tetap tidak berubah.
4. Ingatan yang setia : kesan yang telah diterimanya itu tetap tidak berubah.
5. Ingatan mengabdi fan patuh: bahwa ingatan yang pernah dicamkan dapat dengan mudah di reproduksikan secara lancer.
Jadi ingatan seseorang tidaklah sama antara satu sama lain, selain itu da beberapa factor yang dapat mempengaruhi ingatan, yaitu:
1. Sifat yang dimiliki seseorang
2. Keadaan disekitar kita baik jasmani, rohani serta lingkungan.
3. Keadaan jiwa karena apabila jiwa kita terganggu maka ingatan kita akan terpengaruh.
4. Umur, semakin bertambah umur maka ingatan akan semakin lemah.
Disamping itu ingatan dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Daya ingatan mekanis yakni ingatan itu hanya untuk kesan-kesan penginderaan.
2. Daya ingatan logis yakni hanya untuk kesan-kesan yang mengandung pengertian
C. Prinsip-prinsip Ingatan
Adapun prinsip yang terkandung dalam ingatan adalah:
1. Belajar artinya belajar lebih mudah terjadi dan lebih lama di ingat daripada menghafal.
2. Belajar menghubungkan atau merangkaikan dua objek atau peristiwa.
3. Belajar mempengaruhi oleh frekwensi perjumpaan dengan rangsangan dan tanggapan yang sama yang dibuat dalam pelajaran.
4. Belajar tergantung pada akibat yang ditampakkannya, ini berate bahwa pelajaran yang memberi kesan, menyengakan, menarik, bermanfaat memperkaya pengetahuan lebih efisien dan tersimpan lebih lama.
5. Belajar sebagai suatu kebutuhan yang dapat diukur, tidak hanya tergantung pada proses bagaimana belajar itu terjadi tetapi juga pada cara penilaiannya, ini berarti apapun yang dianggap telah dipelajari oleh seseorang ia akan hanya dapat menunjukkan penguasaannya atas sebagain pada macam pertanyaan atau situasi yang diciptakan untuk menunjukkan penguasaan tersebut.
D. Mingingkatkan Kemampuan Ingatan
Secara umum usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan ingatan harus memenuhi tiga kerentuan, yaitu:
1. Proses ingatan bukanlah suatu usaha yang mudah, perlu diperhatikan mekanisme pengulangan. Seseorang dikatakan belajar dari pengalaman karena ia mampu menggunakan berbagai informasi yang telah diterimanya dimasa lalu untuk memecahkan permasalahan yang sedang dihadapi. Menurut Alkitson ada tida jenis proses mengingat yaitu:
a. Recall mengingat informasi tanpa menggunakan petunjuk
b. Recognition mengingat informasi dengan menggunakan petunjuk
c. Redintegratif mengingat dengan menghubungkan berbagai informasi
2. Bahan-bahan yang akan diingat harus mempunyai hubungan dengan hal-hal lain artiyna tidak hanya berpatokan pada satu bahan akan tetapi sudah ada hal-hal lain yang sudah dikenal sebelumnya.
3. Proses ingatan memerlukan organisasi, salah satu pengorganisasian informasi yang terkenal adalah menomik.
Apabila usaha-usaha ini sudah dilakukan maka lambat laun kamampuan mengingat akan bertambah.
E. Ingatan dalam Proses Belajar Mengajar
Ingatan individu sangat berkaitan erat dengan hasil belajar yang dapat dicapai, maka pendidikan hendaknya memperhatikan kemungkinan-kemungkinan serta kondisi ingatan anak. Dalam psikologi pendidikan ingatan berperan membantu atau mendukung seseorang anak dlam belajar sebagaimana fungsi ingtan yaitu menerima, menyimpan dan memproduksikannya. Ingatan yang lemah akan mempengaruhi kondisi belajar siswa. Untuk itu pendidikan harus mengetahui dan mengamalkan pengetahuan yang dihasilkan oleh penlitian-penelitian tentang ingatan guna meningkatkan kreativitas siswa sehingga tujuan pendidikan tercapai.
Dalam proses belajar mengajar, para siswa membutuhkan ingatan yang kuat untuk menyerap serta menghafal pelajaran-pelajaran, dengan adanya ingatan yang kuat siswa dengan akan mudah menerima dan menyimpan serta menarik kembali ketika ada stimulus, namun ingatan seseorang tidaklah sama begitu juga dengan ingatan siswa, sehubungan dengan adanya perbedaan ingatan maka dalam mengajar guru hendaknya memperhatikan hal-hal tersebut terutama guru harus memperhatikan segi kelemahannya.
a. Jangan terlalu cepat dalam menerangkan pelajaran
b. Jangan terlalu banyak bahan yang diajarkan
c. Pengulangan bahan pelajaran
d. Mengusahakan dalam mengajar guru member kesempatan penggunaan alat indra yang sebaik-baiknya, sehingga hasil pengamatan itu mendekati kenyataan serta member kesan yang baik dan siswa memperoleh tanggapan yang jelasnya.
e. Melatih siswa untuk menggunakan cara-cara yang baik dalam menghafal yang intinya member kemudahan bagi siswa dalam menghafal.
Selain itu juga, ingatan itu bersifat individual, sehingga siswa yang kuat ingatan maka ia akan tampak menonjul dalam proses belajar mengajar. Keadaan jasmani yang kurang sehat juga dapat mempengaruhi prestasi ingatan dalam mengingat pelajaran. Oleh karena itu guru harus sering mengadakan pengulangan, ingatan yang paling tajam pada diri manusia adalah masa kanak-kanak yaitu sekitar usia 10-14 tahun.
Adapun metode yang bias digunakan guru untuk mengatasi perbedaan siswa dalam menghafal adlaah sebgai berikut:
a. Metode G (ganslern) atau metode K (Keseluruhan) : metode belajar secara keseluruhan, metode ini untuk menghafal yang jumlah kata-katanya tidak terlalu banyak seperti pantu.
b. Metode T (Teillern) atau metode B (Bagian-bagian) yaitu metode belajar bagian demi bagian, ini digunakan untuk menghafal bahan-bahan yang banyak dan dihafal sedikit demi sedikit.
c. Metode V (vernittelende) atau metode C (campuran) yaitu metode pengantara yakni ada hafal bagian demi bagian dan ada secara keseluruhan melalui metode-metode ini diharapkan siswa-siswa mampu atau dengan cepat menghafal pelajaran karena makin sering materi dihafal dan dipelajari, waktu untuk menghafal dan mempelajari makin pendek maka makin banyak materi yang dapat di ingat, jadi ingatan sanat berperan penting dalam proses belajar mengajar.

Referensi
h. Abu Ahmadi Psikologi Umum, (Rineka Cipta:, Jakarta, 2003)
Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (PT Raja Grapindo Persada: Jakarta, 2001)
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Rineka Cipta: Jakarta, 1991)
Nur Halif Khazin, Kamus Ilmiah Populer, (Karya ilmu: Surabaya, tt)
Suprayetno, Diktat Psikologi Belajar, (IAIN-SU; Medan, tt)
Abu Ahmadi, Widodo Supriono, Psikologi Belajar, (PT. Rineka Cipta: Jakarta, 1991)
Nefi Darmayanti, Diktat Psikologi Belajar, (Medan: TP, 2005)

LUPA

A. Defenisi Lupa
Dari pengalaman sehari-hari, apa yang dialami dan dipelajari individu tidak seluruhnya tersimpan dalam memori. Menurut Gulo dan Rebber lupa adalah ketidak mampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dipelajari atau dialaminya. Dan menurut salah seorang ahli psikologi lupa adalah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau mereproduksi kembaliapa-apa yang sebelumnya telah dipelajari.
Sering sekali kita memandang lupa sebagai gejala yang menyedihkan, yang seharusnya tidak ada, namun mau tidak mau kita harus mempunyai sifat lupa tersebut. Mungkin saja ada beberapa orang yang frustasi, karena sering sekali mengalami lupa pada hal sudah berusaha untuk mengingat apa yang telah dipelajarinya. Sehingga seringkali timbul pertanyaan-pertanyaan dari dalam diri siswa untuk apa belajar kalau nantinya tidak dapat diingat kembali atau lupa jua. Dan siswa/I cenderung menganggap bahwa lupa adalah sebagai musuh besar. Bahkan, tidak sedikit siswa yang mencari alas an pokok bagi nasibnya yang malang ‘bakat ingatan lemah” atau pada dasarnya dia tidak dapat mengingat dengan baik, dan lupa-lupa saja karena tidak memiliki bakat untuk mengingat. Kalau gagasan semacam ini diteruskan, siswa malah sampai pada kesimpulan “lebih baik tidak belajar, toh akan lupa juga” maka dikhawatirkan kebodohan terjadi dimana-mana. Maka, bagi guru maupun siswa mendambakan keadaan lain serba ideal, dimana tidak terjadi lupa dan segala apa yang pernah dipelajari dapat di ingat dengan baik.
B. Prihal Lupa
Dahulu kala banyak orang yang berpendapat bahwa lupa itu terjadi disebabkan oleh lamanya waktu antara terjadinya pengalaman dengan terjadinya proses ingatan. Karena telah lama, maka mudah untuk dilupakan. Setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut, ternyata pendapat tersebut tidak benar. Sekarang orang lebih cenderung untuk menerima bahwa lupa itu tergantung kepada:
1. Apa yang diamati
2. Bagaimanakah situasi dan proses pengamatan itu berlangsung
3. Apakah yang terjadi dalam jangka waktu berselang itu
4. Bagaimana situasi ketika berlangsungnya ingatan itu.
Keempat pendapat itu sangat berhubungan erat dan saling mempengaruhi satu sama lain.
Adapun yang dimaksud dengan lupa itu sendiri adalah sesuatu peristiwa seseorang tidak dapat mereproduksikan tanggapan meskipun ingatan kita dalam sehat.
C. Sebab-Sebab Terjadinya Lupa
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan kita lupa terhadap sesuatu yang pernah kita alami:
Pertama
karena apa yang dialami itu tidak pernah digunakan lagi, atau tidak pernah dilatih kembali. Sesuatu yang tidak pernah dilatih/diulangi lagi, lama kelamaan akan dilupakan.
Hukum ini disebut Lau of Disuse yang berasal dari seorang tokoh yang bernama Thandike. Pendapat ini didasarkan atas eksperimen-eksperiment yang dilakukan terhadap hewan.
Kedua
Lupa juga dapat disebabkan oleh adanya hambatan-hambatan yang terjadi karena adanya gejala-gejala isi jiwa yang lain. Retro active inhibition ini sering terjadi jika bahan-bahan yang depelajari banyak persamaannya. Maka itu, tidak baik mencampur adukkan pelajaran dalam pikiran kita waktu belajar karena akan saling menghambat satu sama lain.
Ketiga
Karena reprasi. Tanggapan-tanggapan atau isi jiwa yang lain ditekan kedalam ketidak sadaran oleh Das Uber-ich atau super ego. Karena selalu mengalami tekan itu maka, lama kelamaan menjadi lupa. Biasanya tanggapan-tanggapan itu selalu ditekan kedalam ketidaksadaran itu ialah tanggapan-tanggapan yang tidak baik yang merugikan kita, yang bersifat asusila/moral dan asosiasi.
Ada beberapa cara yang menerangkan prosesterjadinya lupa tersebut, diantaranya adalah:
1. Cara memasukkan atau belajar kurang tepat, terjadi kecerobohan pada waktu mengamati, sehingga apa yang diingat tidak sesuai dengan apa adanya.
2. Kekuatan menyimpan (retensi) yang kurang baik yang kurang bahan pada saat ditimbulkan kembali.
D. Kapan Terjadi Lupa
Persoalan pada saat-saat kapan terjadi lupa, seharusnya dikaitkan dengan proses belajar itu sendiri. Lupa sebenarnya menyangkut dengan penggalian ingatan (Long trem memory) penggalian (retrieval) berlangsung sesudah materi pelajaran diolah (enconding) dan dimaksukkan dalam LTM (storage). Hasil penggalian mungkin harus digunakan dalam proses belajar yang sedang berlangsung, mungkin pula akan digunakan beberapa waktu kemudian, setelah proses belajar yang sekarang ini.
Selama proses belajar berlangsung siswa membutuhkan hasil penggalian dari ingatannya pada saat:
a. Unit pelajaran, yang belum selesai dipelajari seutuhnya, akan dilanjutkan, misalnya pada jam pelajaran berikutnya. Disini berperan yang disebut “working memory”
b. Hasil belajar akan diterapkan diluar lingkup bidang studi yang bersangkutan, misalnya pengetahuan dibidang studi IPA digunakan untuk memahami aneka gejala klimatologis yang dialami setiap hari (transfer belajar). Disini working memory mungkin berperan.
c. Harus memberikan prestasi pada akhir proses belajar, yang membuktikan bahwa hasil belajar memang diperoleh atau tujuan intruksional telah tercapai. Disini working memory mungkin berperan.
Sesudah proses belajar berakhir, siswa membutuhkan hasil penggalian dari ingatannya pada saat:
a. Mempelajari unit pelajaran dibidang studi sama atau mempelajar topic tertentu di bidang studi lain. Hasil dari belajar yang dahulu itu diperlukan dalam rangka pengolahan materi yang lain. Di sini working memory berperan
b. Mengulang kembali garis-garis besar dari materi pelajaran untuk beberapa pokok bahasan, sebagai persiapan untuk menempuh ulangan (review). Disini working memoryberperan.
c. Memberikan prestasi pada waktu mengerjakan ulangan yang meliputi sejumlah satuan pelajaran yang telah selesai dipelajari. Disini working memoru berperan.
Dalam rangka menjawab persoalan “kapan terjadi lupa”, cukuplah ditinjau fase menggali dan fase prestasi, karena dalam kedua fase itu dapat terjadi kesulitan dalam penggalian (retrieval) “keluar” menyangkut fase konsentrasi, karenasemua unsure dalam materi pelajaran yang tidak relevan tidak akan diperhatikan lagi.
E. Mengapa Terjadi Lupa
Persoalan tentang mengapa terjadi lupa belum mendapat jawab yang pasti. Tentang masalah apa kiranya sebab manusia mengalami lupa, terdapat beberapa pandangan ilmiah yang insya Allah akan kita uraikan.
Ingatan sering dianggap sebagai suatu kemampuan/kepastian yang agak bersifat umum. Misalnya intelegensi atau kemampuan intelektual, yang sedikit banyak berdiri sendiri. Dalam literature ilmiah yang membahas sebab-sebab terjadinya lupa, dapat ditemukan berbagai pandangan antara lain adalah:
a. Menurut Woodworth, gejala lupa disebabkan bekas-bekas ingatan yang tidak digunakan, lama kelamaan akan terhapus, dengan berlangsungnya waktu, terjadinyaproses penghapusan yang mengakibatkan suatu bekas ingatan menjadi kabur dan lama kelamaan hilang sendiri. Pandangan ini dikaitkan dengan proses fisiologis yang belangsung pada sel-sel otak, digambarkan bahwa pada saat fiksasi, kean-kesan yang dicamkan ini diterima dan ditanamkan dalam struktur fisik sel-sel otak.
b. Pandangan ini mendapat banyak dukungan dari beberapa hasil penelitian ialah pandangan yang mencari sebab terjadinya lupa dalam “interfrensi”, yaitu gangguan dari informasi yang baru masuk kedalam ingatan terhadap informasi yang telah tersimpan disitu, seolah-olah informasi yang lama digeser dan kemudian lebih sukar diingat. Terjadinya interferensi merupakan suatu fakta, meskipun belum diketahui dengan jelas bagaiman interferensi itu harus dijelaskan.
c. Pandangan yang lain menunjukkan pada suatu motif tertentu, sehingga orangsedik banyak mau melupakan sesuatu, misalnya kejadian atau peristiwa yang tidak menyenangkan lebih mudah dilupakan dari pada yang menyenangkan. Jadi, disini terdapat pegnaruh dari motivasi terhadap penyimpanan.inilah kasus lupa yang berformatif.
Ketiga pandangan yang dijelaskan di atas mengandaikanbahwa terjadinya sesuatu selam fase penyimpanan (retensi), sehingga penggalian (evokasi) menjadi lebih sukar. Pandangan atau tujuan itu tidak perlu saling bertentangan, mungkin semua pandangan ini mengandungkebenaran. Namun, diantara ketiga pandangan itu, belum ada satupun yang terbukti mampu menjelaskan secara memuaskan sebab pokok terjadinya lupa, maka dalam hal ini masih tinggal sejumlah pertanyaan uangbelum terjawab.
Mungkin pula salah satu penyebab terjadinya lupa ialah para siswa tidak mendapat kunci yang tepat untuk membuka ingatannya, jadi kesukarannya timbul pada fase penggalian itu sendiri. Misalnya, bilamana seorang guru memberikan pertanyaan pada ulangan dengan menggunakan rumusan atau istilah yang tidak pernah dipelajari oleh siswa, maka tidak mengherankan kalau siswa tidak dapat mengerjakannya dan mungkin mengatakannya ‘saya telah lupa”. Tetapi sangat besar kemungkinannya siswa tidak lupa sama sekali, tetapi tidak mengetahui dimana harus mencari informasi yang tersimpan dalam ingatannya.
F. Usaha Mengurangi Lupa
Penjelasan tentang suatu usaha yang dapat dilakukan oleh siswa dan guru dalam bagaimana usaha untuk mengurangi lupa, disini kita akan bahas secara singakt, antara lain adalah:
a. Motivasi belajar yang kuat dipihak siswa, lebih-lebih motivasi intrinsic, dan kesadaran akan tujuan yang harus dicapai, mendorong siswa untuk melibatkan diri.
b. Fase konsentrasi, siswa harus memberikan perhatian yang khusus pada unsure-unsur yang relevan. Perhatian ini memungkinkan pengolahan yang baik pada fase berikutnya. Maka, guru harus berusaha mengarahkan perhatian siswa, supaya aneka unsure pokok dalam materi pelajaran sungguh-sungguh diperhatikan, antara lain dengan menunjukan unsure-unsur itu secara jelas. Semua unsure yang tidak pokok dibiarkan saja tidak diperhatikan.
c. Fase pengolahan, siswa perlu mengolah materi dengan baik dan segera. Penundaan pengolahan mungkin sekali akan mengakibatkan bahwa materi itu terdesak keluar dari STM, karena ada informasi baru yang masuk.
d. Apa yang dpaat diusahakan oleh siswa dan guru selama infomasi tersimpan dalam ingatan panjang (LTM), tidak jelas seolah-olah siswa dan guru terpaksa pasif saja, sejauh menyangkut penyimpanan itu sendiri. Seringkali dianjurkan agar bekas-bekas yang tersimpan dalam LTM, diperbaharui dengan menggalinya dari ingatan, mengelolanya kembali dan memasukkannya lagi kedalam ingatan. Anjuran itu tepat, karena pembaruan ini dapat mengurangi terjadinya lupa.
e. Pada fase penggalian dan fase prestasi, siswa harus menggunakan kunci yang tepat atau cocok untuk membuka ingatannya. Dalam hal ini guru dapat membantu dengan memberikan pertanyaan yang terarah, supaya siswa berhasil dalam menggali informasi dari ingatannya. Prestasi yang diharapkan dari siswa harus dirumuskan dengan jelas, sehingga siswa menangakap kaitan antara bentuk prestasi yang diharapkan darinya dan perumusan terdahulu yang digunakan selama dia belajar. Selain itu usaha yang digunakan untuk mengadakan transfer atau pengaliha dari hasil belajar dalam lingkup bidang studi tertentu kedalam bidang studi yang lain atau kegidupan sehari-hari, akan mengurangi lupa, karena siswa semakin sadar akan kegunaan hasil belajarnya.
Dengan demikian siswa dapat menempatkan suatu konsep dalam jaringan kaitan dengan konsep lain yang lebih inklusif (bertempat lebih tinggi dalam hirarki) atau lebih bersifat eksklusif (tempat lebih bawah).

REFERENSI
Nefi Darmayanti, Diktata Psikologi Belajar, (IAIN-SU,: Medan, 2005).
Abu Ahmad, Psikologi Belajar, (PT. Rineka Cipta: Jakarta, 1991)
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (PT. Remaja Rosdakarya: Bandung, 1992)
H.M Farid Nasutioan, Psikologi Umum, ( IAIN Press: Medan, tt)
W.S Winkel, Psikologi Pengajaran, (Media Abadi: Yogyakarta, 2004)