Senin, 04 Mei 2009

KONSEP DASAR PENDIDIKAN DALAM ISLAM


1. Istilah Pendidikan dalam Islam
Pada saat sekarang ini kita mengenal bahwa istilah pendidikan dalam Islam merupakan keseluruhan pengertian sebagaimana terkandung dalam makna istilah-istilah: al-Tarbiyah, al- ta’lim dan al- ta’dib.
Untuk memahami istilah-istilah al-Tarbiyah, al- ta’lim dan al- ta’dib maka perlu dikemukakan uraian dan analisis dari penggunaan istilah-istilah pendidikan tersebut.
a. Pengertian al-Ta’ta’lim
Kata ta’lim berasal ﴿ﺗﻌﻟﻳﻡ﴾ dari kata ‘allama ﴿ﻋﻟﻡ﴾ yang artinya pengetahuan atau sebagaimana dijelaskan oleh Al- Raghib al- Asfahari, kala ‘allama digunakan secara khusus untuk menunjukkan sesuatu yang dapat diulang dan diperbanyak sehingga menghasilkan bekas atau pengaruh pada diri seseorang. Dan ada juga yang mengatakan bahwa kata tersebut digunakan untuk mengingatkan jiwa agar memperoleh gambaran mengenai arti tentang sesuatu dan terkadang kata tersebut dapat juga diartikan sebagai pemberitahuan.
Kata ta’lim yang berakar pada kata ‘allama dengan berbagai akar kata yang serumpun dengannya di dalam Al-Qur’an disebut sebanyak lebih dari 840 kali dan digunakan untuk arti yang bermacam-macam. Di antaranya adalah sebagai berikut:
Q.S al-Baqarah: 31 :
Dan Allah telah mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian megemukakannya kepada malaikat, lalu berfirman “sebutkanlah kepada-Ku nama-nama benda itu, jika kamu memang orang-orang yang benar”.

Mengenai ayat di atas di dalam tafsir al-maraghi jilid 1 disebutkan istilah allama dalam al-Qur’an pengertiannya adalah memberikan ilmu pengetahuan secara bertahaptetapi secara rasional ayat tersebut di atas menunjukkan makna dafatan wahidah (sekaligus).
Q.S hud: 79,,,:
Mereka berkata :” Seungguhnya engkau telah ketahui bahwa kami tidak ada kemauan kepada anak-anak perempuanmu dan sesungguhnya engkau mengetahui apa yang kami mau”.

Berdasarkan kedua firman di atas dapat disimpulkan bahwa kata ta’lim berarti pengetahuan yang diberikan kepada seseorang secara langsung dan bersifat intelektual.
Jalal mengatakan bahwa proses ta’lim lebih universal daripada proses tarbiyah. Alasannya adalah berdasarkan kepada kebiasaan Rasulullah mengajarkan tilawatil Qur’an kepada kaum muslimin bukan hanya sekedar membuat mereka bisa membaca, melainkan dapat membaca dengan renungan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab dan amanah. Dengan membaca Rasul membawa mereka kepada tazkiyah (pensucian diri) dari segala kotoran sehingga memungkinkan mereka menerima al-hikmah serta memperlajari segala yang bermanfaat dan yang tidak mereka ketahui.

b. Al-Ta’dib
Kata ta’dib berakar pada kada addaba kamudian bisa juga diturunkan menjadi addabun yang berartu “pengenalan dan pengakuan’ tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hirarkis sesuai dengan tingkat dan derajat seseorang dalam hubungannya dengan hakikat itu serta dengan keupayaan dan potensi jasmaniah, intelektual maupun rohani.
Menurut Al-Atas penggunaan istilah al-ta’dib tidak terlalu luas dan hanya digunakan untuk manusia. Konsep yang dikembangakan tidak termasuk dalam pengertian melatih atau memelihara hewan. Dalam istlah ta’dib tercakup ilmu dan amal sekaligus terpadu dalam keutuhan kepribadaian seseorang muslim. Argumentasi yang digunakan al-Attas berdasarkan kepada hadits Rasulullah saw:
“ Tuhanku telah mendidikku, dan telah membuat pendidikan itu sebaik-baiknya”.

Bagaimanapun cara tuhan mendidik rasulullah saw tidak perlu diragukan lagi dan pasti merupakan konsep pendidikan yang sempurna. Ini sesuai dengan hakekat pendidikan dalam Islam, karena istilah ta’dib dalam khazanah bahasa arab mengandung arti: Ilmu, kearifan, keadilan, kebijaksanaan, pengajaran dan pengasuhan yang baik sehingga makna al-tarbiyah dan al-ta’lim sudah tercakup di dalamnya.

c. Tarbiyah
Penggunaan istilah kata al-tarbiyah berasal dari kata rabb yang berarti tumbuh dan berkembanga. Abdurrahman al-Nahlawi mengatakan bahwa kata tarbiyah berasal dari tiga kata, yang pertama dari kata rabba-yarbu yang berarti bertambah dan bertumbuh karena pendidikan mengandung misi untuk menambah bekal pengetahuan kepada anak didik dan menumbuhkan potensi yang dimilikinya, terdapat dalam (surat al-Rum: 39).
Kedua dari kata rabiya-yarba yang berarti menjadi besar, karena pendidikan juga mengandung misi untuk membesarkan jiwa dan memperluas wawasan seseorang. Dan yang ketiga dari kata rabba-yarubbu yang berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga dan memelihara.
Dalam konsep yang luas, pendidikan Islam yang terkandung dalam istilah al-tarbiyah terdiri dari empat unsur yaitu:
1. menjaga dan memelihara fitra anak menjelang dewasa (baligh)
2. Mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan
3. Mengarahkan seluruh potensi menuju kesempurnaan
4. Dilaksanakan secara bertahap (An-Nahlawi, 1989: 32).

Penggunaan istilah al-tarbiyah dapat juga dipahami dari pernyataan ayat al-Qur’an serat al-Isra’ ayat 24:
Katakanlah: Wahai Tuhanku kasihilah mereka keduanya (ibu dan bapakku) sebagaimana mereka berdua telah mendidikku sewaktu kecil.

Dari uraian istilah pendidikan di atas dapat diambil kesimpulan, istilah ta’lim mengesankan proses pemberian bekal pengetahuan, sedangkan istilah tarbiyah mengacu kepada proses pembinaan dan pengarahan bagi pembentukan kepribadian dan sikap mental, dan istilah ta’dib lebih cenderung diartikan sebgai proses pembinaan terhadap sikap moral dan etika dalam kehidupan yang lebih mengacu pada peningkatan martabat manusia.

2. Dasar-dasar Pendidikan Islam
Pendidikan Islam awalnya haruslah di dasarkan kepada nilai-nilai kebenaran yang universal sehingga dapat memberikan pedoman dan tuntunan yang cocok bagi proses pembinaan anak didik yang sempurna.
Menurut an-Nahlawi sumber pendidikan Islam berasal dari al-Qur’an dan sunnah Rasul, maka sama halnya bahwa dasar pendidikan Islam adalah identik dengan ajaran Islam itu sendiri. Kemudian para ulama mengembangkan sesuai pemahaman mereka masing-masing dalam bentuk qiyas syar’I, ijma’ yang diakui, ijtihad dan tafsir yang benar dalam bentuk hasil pemikiran yang menyeluruh dan terpadu tentang jagat raya manusia, masyarakat dan bangsa, pengetahuan kemanusiaan dan akhlak dengan merujuk kepada dua sumber asal (al-Qur’an dan hadits) sebagai sumber utama.
Secara lebih luas mengenai dasar ideal pendidikan Islam menurut Said Ismail Ali (1980), terdiri dari enam macam yaitu:
1. Al-Qur’an
2. Sunnah Nabi saw
3. kata-kata sahabat
4. Kenaslahatan ummat.
5. Nilai-nilai dan adat kebiasaan masyarakat.
6. hasil pemikiran para pemikir Islam

3. Tujuan Pendidikan Islam
Pendidikan Islam sebagai aktivitas pendidikan yang berdasarkan nilai-nilai Islam juga bermuara kepada pencapaian tujuan tertentu. Tujuan merupakan arah bagi berlangsungnya proses membimbing untuk mencapai kualitas pribadi yang diinginkan. Dalam M. Arifin (1998) dijelaskan bahwa menanamkan taqwa dan akhlak serta menegakkan kebenaran sehingga terbentuklah manusia yang berkepribadian dan berbudi luhur sesuai ajaran islam merupakan tujuan pendidikan Islam.
Marimba (1981:23) menjelaskan terbentuknya keperibadian yang utama merupakan tujuan pendidikan Islam. Keperibadian yang utama ialah keperibadaian muslim yaitu keperibadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Di dalam al-Qur’an surat Azzariyat ayat 56 dijelaskan bahwa tujuan hidup manusia adalah mengabdi kepada Allah. Jadi seluruh aktivitas manusia tak terkecuali proses pendidikan bermuara kepada tujua mengabdi kepada Allah. Apalagi tujuan hidup manusia adalah menjadi dasar filosofis tujuan pendidikan yang disepakati oleh pakar pendidikan.
Muhammad Fadhil Jamil (1995:17) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan menurut al-Qur’an yaitu :
1. Menjelaskan posisi manusia diantara makhluk lain dan tanggung jawabnya dalam kehidupan ini.
2. Menjelaskan hubungan manusia dengan masyarakat dan tanggung jawabnya dalam tatanan hidup bermasyarakat.
3. Menjelaskan hubungan manusia dengan alam dan tugasnya untuk mengetahui hikmah penciptaan dengan memakmurkan bumi ini.
4. Menjelaskan hubungan manusia dengan Allah sebagai pencipta alam semesta.

Dari rumusan konsepsional tujuan pendidikan Islam di atas , maka dapat dipahami bahwa, Fadhil jamil lebih mengarahkan tujuan pendidikan Islam kepada terciptanya hubungan harmonis manusia sebgai khalifah dimuka bumi dengan Allah secara vertica, hubungan manusia dengan manusia lainnya dalam masyarakat sebagai makhluk sosial secara harizontal, hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
Kemudian Mathiyah al- Abrasyi menyebutkan dalam bukunya dasar-dasar pendidikan Islam bahwa tujuan pendidikan Islam ada empat macam yaitu:
1. Jiwa Pendidikan Islam adalah budi Pekerti
Pendidikan budi pekerti adalah jiwa pendidikan Islam, dan Islam telah menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. Mencapau suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan yang sebenarnya dari pendidikan Islam.
Para ahli pendidikan Islam telah sepakat bahwa maksud dari pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan segala macam ilmu yang belum mereka ketahui, tetapi maksudnya ialah mendidik akhlak mereka dan jiwa mereka, menanamkan rasa fadhilah (keutamaan), membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya ikhlas dan jujur. Maka tujuan pokok dan terutama dari pendidikan Islam ialah mendidik budi pekerti dan pendidikan jiwa.

2. Memeperhatikan Agama dan Dunia Sekaligus
Ruang lingkup pendidikan dalam Islam tidaklah sempit, tidak saja terbatas pada pendidikan agama dan tidak juga terbatas pada pendidikan duniawi semata, tetapi Rasulullah sendiri pernah menghasung setiap individu dari umat Islam supaya bekerja untuk agama dan dunianya sekaligus sesuai dengan sabda beliau :
Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engakau akan hidup selama-lamanya dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok”.

Rasulullah saw tidak hanya memikirkan dunia semata-mata atau agama semata-mata, tetapi beliau memikirkan untuk bekerja buat keduanya tanpa meremehkan alam dunia atau agama.

3. Mempelajari Ilmu semata-mata untuk Ilmu itu saja
Dahulu mahasiswa Islam belajar adalah semata-mata untuk mendalami ilmu itu saja, yang dalam pandangan mereka adalah suatu hal yang paling mengasikkan di atas dunia.
Dalam buku kasyfu-zunun, haji khalifah berkata: “tujuan dari belajar bukanlah mencari rezki di dunia saja, tetapi maksudnya ialah untuk sampai kepada hakikat, memperkuat akhlak, dengan arti mencapai ilmu yang sebenarnya dan akhlak yang sebenarnya.

4. Pendidikan Kejuruan, Pertukangan, untuk mencari rezki
Pendidikan islam Tidak mengabaikan masalah mempersiapkan seseorang untuk mencari kehidupannya dengan jalan mempelajari beberapa bidang pekerjaan, industri, dan mengadakan latihan-latihan. Tujuan ini nyata sekal dari ucapan ibnu sina: “Bila seseorang anak sudah selesai belajar membaca al-Qur’an, menghafal pokok-pokok bahasa, setelah itu barulah ia mempelajari apa yang akan dipilihnya dalam bidang pekerjaannya, dan untuk itu haruslah ia diberi petunjuk”. Artinya seseorang dipersiapkan untuk berkarya, sehingga ia dapat bekerja, mendapat rezky, hidup dengan terhormat, serta tetap memelihara segi-segi kerohanian dan keagamaan.
Maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam sebagian besarnya adalah akhlak, tetapi tidak mengabaikan masalah mempersiapkan seseorang untuk hidup, mencari rezky, dan tidak juga melupakan soal pendidikan jasmani, akal, hati, kemauan, cita-cita, kecakapan tangan, lidah dan kepribadian.

# KONSEP PENDIDIKAN DALAM KELUARGA #



A. Pendidikan Agama (Islam) Di Rumah
Keluarga merupakan suatu tempat di mana anak pertama sekali menerima pendidikan walaupaun tidak dalam bentuk formal. Anak mengenal segala sesuatu awalnya adalah di rumah atau di mana ia dibesarkan, oleh karena itu tumbuh dan berkembangnya anak sangat ditentukan oleh faktor pendidikan yang diberikan oleh keluarga. Untuk lebih jelasnya berikut uraiannya.

1. Konsep Keluarga dalam Islam
Keluarga merupakan unit pertama dan institusi pertama dalam masyarakat di mana hubungan-hubungan yang terdapat di dalamnya sebagian besarnya bersifat hubungan-hubungan langsung. Di situlah berkembang individu dan di situlah terbentuknya tahap-tahap awal proses pemasyarakatan(socialization), dan melakukan interaksi dengannya ia dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan, minat, nilai-nilai, emosi dan sikapnya dalam hidup dan dengan itu ia memperoleh ketentraman dan ketenangan.
Pembentukan keluarga dalam Islam bermula dengan terciptanya hunungan suci yang menjalin seorang laki-laki dan seorang perempuan melalui perkawinan yang halal, memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat sahnya. Oleh karena itu suami-isteri merupakan dua unsur utama dalam keluarga. Jadi keluarga dalam arti sempit merupakan suatu unit yang terdiri dari seorang suami dan seorang isteri, atau dengan kata lain keluarga adalah perkumpulan yang halal antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bersifat terus-menerus di mana yang satu merasa tenteram dengan yang lain sesuai dengan yang ditentukan agama dan masyarakat. Dan ketika kedua suami-isteri itu dikaruniai seorang anakatau lebih, maka anak-anak itu menjadi unsur utama ketiga pada keluarga tersebut disamping dua unsur sebelumnya.
Masing-masing unsur yang tiga ini, yaitu suami, isteri dan anak mempunyai peranan dalam membina dan menegakkan keluarga, sehingga kalau salah satu unsur itu hilang, maka keluarga menjadi goncang dan keluarga kehilangan keseimbangan. Jika ia kehilangan unsur utamanya yaitu suami atau ayah maka ia kehilangan tongkat utamanya yaitu sebagai pencari rezeki, disamping kehilangan unsur kekuasaan, pimpinan, jaminan, teladanyang baik dan sumber terpenting dalam pendidikan dan bimbingan. Kalau keluarga itu tidak mempunyai anak, maka dengan hilangnya ayah keluarga itu hilang dan terhapus sama sekali namanya. Kalu unsur kedua yaitu isteri atau ibu tidak ada, maka keluarga itu kehilangan sumber utama bagi ketenteraman, ketenanagan, kasih sayang yang harus ada pada setiap keluarga. Yang paling banyak mendapat dampak hilanhnya isteri adalah anak-anak, terutama kalau mereka masih kecil.
Begitu juga kalau unsur ketiga hilang, yaitu anak-anak. Keluarga yang demikian tidak akan menikmati kebahagiaan di dalam dunia ini. Tentang pentingnya unsur anak-anak ini sendiri banyak ayat-ayat Al Quran dan Hadis yang menegaskan tabiat manusia yang suka memiliki anak sebagai salah satu perhiasan hidup dan sumber kebahagiaan umat manusia jika anak-anak itu anak yang saleh sebagaimana firman allah Swt:
Dihiasi kepada manusia itu cinta pada wanita, anak-anak, emas, perakyang bertumpuk-tumpuk... (QS 3: 14)

Allah juga berfirman:
Harta dan anak-anak adalah perhiasan hidup di dunia, sedangkan amalan yang kekak lagi saleh itu adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik untuk menjadi pengharapan. (QS 17: 46)

Sabda Rasulullah Saw;
Sebaik-baikwanita adalah yang banyak anak, juga sabdanya: anak-anak adalah harum-haruman surga

Dalam sebuah Hadis lain:
Anak-anak yang saleh adalah harum-haruman surga. (Rahiuddin At Tharani dalam Makarim al Akhlak)

Perlu juga disebut di sini bahwa walaupun unsur anak-anak itu sudah dimasukkan dalam kekuarga, keluarga masih dalam pengertiannya yang sempit, sebab dalam pengertian Islam keluarga juga meliputi kaum kerabat, termasukjuga saudara-saudara, kakek-nenek, paman-bibi, sepupu-sepupu, dan lain-lain. Almarhum Syeikh Abu Zahrah membagi keluarga kepada tiga bagian utama yang terdiri dari suami-isteri, anak-anak dan kaum kerabat.

2. Fungsi Pendidikan Keluarga dalam Islam
Fungsi pendidikan dalam keluarga bukanlah satu-satunya fungsi, tetapi banyak fungsi-fungsi lain, seperti fungsi melahirkan anak dan menyusuinya, fungsi pengeluaran (production) dan memberi sumbangan perekonomian untuk memenuhi kebutuhan anggota-anggota keluarga melalui kerja dan pengeluaran dalam berbagai bentuknya, fungsi pelayanan terhadap anggota-anggota keluarga seperti pekerjaan-pekerjaan yang diperlukan untuk kebutuhan sehari-hari, termasuk memasak, membasuh pakaian, menjahit, membersihkan rumah, dan lain-lain. Disamping itu ada lagi fungsi sosial, agama, ekonomi, politik dan di mana anggota-anggota keluarga tidak membatasi aktivitasnya dalam rumah, tetapi keseluruhan masyarakat di mana keluarga itu berada.
Bidang-bidang pendidikan di mana keluarga dapat memainkan peranan penting adalah tujuh bidang pendidikan, yaitu pendidikan jasmani, kesehatan, akal(intelektual), keindahan, emosi dan psikologikal, agama dan spiritual, akhlak, sosial dan politik. Dalam kesemua bidang ini keluarga memegang peranan penting. Keluarga mempunyai tugas agama, moral, dan sosial yang harus ditunaikannya sebaik-baiknya untuk menyiapkan anggota-anggotanya memasuki kehidupan yang berhasil dan mulia sehat wal afiat, penuh dengan kebijaksanaan, akal, logika, rasa sosial yang sehat, penyesuaian psikologikal dengan diri sendiri dan orang lain mengenal Allah sebaik-baiknya setiap saat, berpegang teguh pada ajaran agama, akhlak yang mulia, pergaulan yang baik dengan manusia dan cinta tanah air dan bangsa.
Berdasarkan Al Quran dan As Sunnah, kita dapat mengatakan bahwa tujuah terpenting dari pembentukan keluarga adalah sebagai berikut:
Pertama, mendirika syariat Allah dalam segala permasalahan rumah tanggam artinya, tujuan berkeluarga adalah mendirikan rumah tangga muslim yang mendapatkan kehidupannya pada perwujudan penghanmbaan kepada Allah. Untuk hbungan suami-isteri, Allah pun membolehkan permintaan talak dari seorang isteri karena kekhawatiran ketidakmampuan menegakkan syariat Allah sebaimana difirmankan dalam ayat berikut:
...jika kamu khawatir bahwa keduanya(suami-isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, mka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang dibayarkan kepada isteri untuk menebus dirnya...(QS 2: 229)

Kedua, mewujudkan ketentraman dan ketenangan psikologis. Allah Swt berfirman”
Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang padanya...(QS 7: 189)

Ketiga, mewujudkan sunnah Rasulullah Saw dengan melahirkan anak-anak saleh sehingga umat manusia merasa bangga dengan kehadiran kita sebagaimana yang disabdakan Rasulullah:
Menikahlah, berketurunanlah, niscaya kamu menjadi banyak karena aku akan merasa bangga olehmu di hadapan umat lain pada hari kiamat. ( Al Hadis)

Hadis di atas mengisyaratkan kewajiban rumah tangga muslim dalam mendidik putere-puterinya melalui pendidikan yang dapat mewujudkan tujuan Islam dan itu terpatri dalam jiwa mereka. Kebanggaan akan umat ini terletak dari keturunan yang saleh. Tanggung jawab itu terletak di atas pundak para orang tua sehingga anak-anakmterhindar dari kerugian, keburukan, dan api neraka yang senantiasa mananti manusia-manusia yang jauh dari Allah. Allah Swt mengisyaratkan hal ini melalui firmannya:
Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu...(QS 66: 6)

Keempat, memenuhi kebutuhan cinta kasih anak-anak. Naluri menyayangi anak merupakan potensi yang diciptakan bersamaan dengan penciptaan manusia dan binatang. Allah menjadikan naluri itu sebagai salah satu landasan kehidupan alamiah, psikologis, dan sosial mayoritas makhluk hidup. Keluarga, terutama orang tua, bertanggung jawab untuk memberikan kasih sayang pada anak-anaknya karena kasih sayang merupakan landasan terpenting dalam pertumbuhan dan perkembangan psikologis dan sosial anak. Rasulullah mengasihi anak-anak dan bersabar dalam menghadapi rajukannya. Al Bukhari meriwayatkan sebuah Hadis tentang kecintaan Rasulullah Saw terhadap anak kecil melalui perkataan abu Qatadah al Ansharin yang artinya:
Rasulullah Saw keluar dari rumah menuju kami sedangkan Umamah binti Abi Ash berada di pundaknya, kemudian Nabi shalat. Maka ketika rukuk beliau meletakkan Umamah dan ketika berdiri beliau menggendong Umamah. ( HR Bukhari)

B. Kewajiban-kewajiban Orang Tua terhadap Anak-anaknya
Di antara kewajiban-kewajiban terpenting orang tua terhadap anak-anaknya adalah sebagai berikut:
1. Bapak atau calon bapak memilih isteri yang bakal menjadi ibu bagi anak-anaknya ketika ia berminat hendak kawin, sebab ibi itu mempunyai pengaruh besar terhadap pendidikan anak-anak dan pada tingkah laku mereka, terutama pada awal masa kanka-kanak, di mana la tidak mengenal siapa-siapa kecuali ibunya yang menyediakan makan, kasih sayang dan kecintaan. Sabda Rasulullah Saw: ” Pilihlah bakal isterimu sebab darah itu menurun.”
2. ia memilih namayang baik bagi anaknya terutam jika seorang lelaki. Sebab nama baik itu mempunyai pengaruh positif atas kepribadian manusia, begitu juga pada tingkah laku, cita-cita dan angan-angannya. Rasulullah Saw menyajar sahabat-sahabatnya cara-cara dan pentingnya nama yang baik bagi anak-anak. Beliau menetapakan pemilihan nama yang baik dan ekspresif berasal dari tujuan dan akhlak Islam. Rasulullah Saw bersabda: ” Sebagian hak anak terhadap ayahnya adalah memilih nama yang baik dan memperbaiki adabnya”( Al Nuri dalam Mustadrak al Wasail). Juga sabda Rasulullah Saw: ” Nama yang paling saya sukai adalah Abdullah dan Abur Rahman. ( HR Muslim, Abu Daud dan At Tirmidzi).
3. memperbaiki adab dan pengajaran anak-anaknya dan menolongmereka membina akidah yang benar dan agama yang kokoh. Begitu juga dengan menerangkan kepada mereka prinsip-prinsip dan hukum-hukum agama dan melaksanakan upacara-upacara agama dalam waktunya yang tepat dengan cara yang benar. Juga ia harus menyiapkan peluang dan suasana praktis untuk mengamalkan nilai-nilai agama dan akhlak dalam kehidupan. Sebagaimana ia mengawinkan anak-anaknya yang sudah baligh untuk menjaga kehormatan dan akhlaknya. Sabda Rasulullah Saw: ” Hak anak kepada orang tuanya ada tiga: memberinya nama yang baik, mengajarkannya menulis, dan mengawinkannya apabila telah baligh” (At Thabrani dalam Makarim al Akhlak). Juga sabda Rasulullah Saw : Allah tidak menjatuhkan dosa pada seseorang lebih besar daripada kebodohan keluarganya”. ( Al ghazali dalm al Ihya)
4. Orang lain harus memuliakan anak-anaknya berbuat adil dan kebaikan di antara mereka. Sabda Rasulullah Saw: ” Dampingilah anak-anakmu dan perbaikilah adabnya.”(HR Ibnu Majah)
Juga sabda Rasulullah Saw; ”dikenakan dosa kedirhakaan seorang kepada ibu bapaknya setimpal dengan dosa kedurhakaan yang dijatuhkan kepada anak itu sendiri.’( Hr Thabrani dalam Makarim al Akhlak)
5. orang tua bekerja sama dengan lembaga-lembaga lain dalam masyarakat yang berusaha menyadarkan dan memelihara anak-anak dan renaja untun memelihara anak-anaknya dari segi kesehatan, akhlak dan sosial. Juga melindungi mereka dari segala yang membahayakan badan dan akalnya. Juga membuka dan mengembangkan kesedian-kesediaan, bakat-bakat, kesanggupan-kesanggupan dan minatnya. Begitu juga orang tua haruslah membolehkan anak-anaknya kegiatan-kegiatan yang diingini dan berfaedah bagi pertumbuhannya di dalam dan di luar rumah. Keduanya juga harus memelihara perbedaan-perbedaan perorangan di antara anak-anaknya dan dengan anak-anak orang lain. Mereka juga harus bersifat realistik terhadap harapan-harapannya, terhadap anak-anaknya di mana mereka tidak mengharapkan lebih banyak dari kesanggupan anak-anakmereka dari segi jasmani dan akal, juga mereka harus membimbing anak-anak mereka sesuai dengan kesediaan-kesediaan dan kesanggupan materi dan spiritual.
6. orang tua memberikan contoh yang baik dan teladan yang saleh atas segala yang diajarkannya. Juga mereka harus menyediakan suasana rumah tanga yang saleh. Penuh dengan perangsang-perangsang budaya dan perasaan kemanusiaan yang mulia, bebas dari kerisauan, pertentangan dan pertarungan keluarga dalam soal pendidikan anak.

KONSEP ILMU DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIKAN DALAM ISLAM

A. Pengertian al-ilmu
Secara bahasa al-ilmu adalah lawan dari al-jahlu atau kebodohan, yaitu mengetahui sesuatu dengan keadaan yang sebenarnya, dengan pengetahuan yang pasti. Istilah ilmu yang dimaksud disini adalah pengetahuan (knowledge) atau ma’rifat. Pengetauan adalah segala hal yang diketahui manusia sebagai proses dan produk dari rasa dan kepastiannya untuk mengetahui sesuatu.
Secara istilah dijelaskan oleh sebagian ulama bahwa ilmu adalah ma’rifah (pengetahuan) sebagai lawan al-jahlu (kebodohan). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga, terbitan Balai Pustaka, Jakarta, 2001, ilmu artinya adalah pengetahuan atau kepandaian, yang dimaksud dengan kepandaian dan pengetahuan tidak saja berkenaan dengan keadaan alam, tetapi juga termasuk yang lain. Sebagaimana yang dikenal mengenai beberapa macam nama ilmu, maka nampak jelas bahwa cakupan ilmu sangat luas, misalnya ilmu ukur, bumi, ilmu dagang, ilmu pendidikan dsb.
Kata ilmu sudah digunakan msyarakat sejak ratusan tahun yang lalu. Di Indonesia, bahkan sebelum ada kata ilmu sudah dikenal kata-kata lain yang maksudnya sama, misalnya kepandaian, kecakapan, pengetahuan, pengajaran dan lain-lain. Ada yang mencoba hanyalah sekedar tahu yaitu hasil tahu dari usaha manusia untuk menjawab pertanyaan ‘what”, misalnya apa batu itu, apa gunung, apa air dsb. Sedangkan ilmu bukan hanya sekedar dapat menjawab “apa” akan tetapi dapat menjawab “bagaimana” dan ‘mengapa” (how dan why), mengapa batu banyak macamnya, mengapa gunung dapat meletus, mengapa es mengapung dalam air.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Dekdikbud (1988) memiliki dua pengertian:
1. Ilmu diartikan suatu pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerapkan gejala-gejala tertentu dibidang pengetahuan tersebut, seperti ilmu hukum, ilmu pendidikan, ilmu ekonomi dsb.
2. Ilmu diartikan sebagai pengetahuan atau kepandaian tentang soal duniawi, akhirat, batihn, ilmu akhlak, ilmu sihir dsb.

Jadi ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah yaitu mengandalkan logika dan bukti empiris.

B. Instrumen Meraih Ilmu Pengetahuan
Suatu ilmu pengetahuan tidak dapat dicapai hanya dengan berpangku tangan. Untuk mencapai ilmu pengetahuan tersebut dibutuhkan alat atau insrumen yang membantu manusia dalam memperoleh suatu pemahaman tenang ilmu pengetahuan itu sendiri. Sesuai dengan firman Allah SWT tentang alat-alat untuk mencapai ilmu pengetahuan, yaitu:
”Dan Allah mengeluarkan kalian dari kandungan ibu kalian dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun. Dan Dia memberi kalian pendengaran, pengelihatan dan qalbu. Semoga kalian bersyukur”.

Berdasarkan ayat di atas secara khusus Allah SWT menyebutkan pendengaran, penglihatan dan qalbu sebagai alat untuk mencapai ilmu pengetahuan. Namun tidak terbatas hanya pada 3 alat itu saja. Dalam al-Qur’an dinyatakan juga akal sebagai alay untuk mendapatkan pemahaman yakni 9Q.S 38 Shaad ayat 29).
Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah, supaya menjadi peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal pikiran”.

Dalam hal ini juga disebutkan, bahwa sentuhan dan penciuman merupakan alat untuk mencapai ilmu. Untuk lebih spesifikasi disini akan diklasifikasikan lebih khusus alat atau instrumen untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
1. Penyentuhan dan Penciuman
Bahwa sentuhan tangan mungkin dapat dijadikan akal bagi orang-orang yang berakal guna mengenal suatu pengetahuan. Sedangkan orang-orang kafir yang qalbu dan akalnya buta terhadap dalil-dalil yang pasti mengenai Rasulullah supaya beliau memohon kepada Allah supaya menurunkan dari langit sebuah kitab-kitab yang terbentuk lembaran supaya dapat mereka sentuh untuk membenarkan bahwa kitab itu dari Allah SWT.
Begitu juga dengan penciuman merupakan salah satu alat yang dipergunakan manusia untuk mendapatkan ilmu. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
Tatkala kafilah itu telah keluar (dari negeri Mesir) ayah mereka berkata: sesungguhnya aku mencium bau Yusuf, sekiranya kalian tidak menuduhku lemah akal (tentu kalian membenarkanku).

2. Pendengaran
Pendengaran merupakan suatu anggota badan yang sangat dibutuhkan oleh manusia, dengan adanya pendengaran manusia dapat mengerjakan apa yang telah diperintahkan kepadanya. Dan dengan adanya pendengaran manusia dapat memperoleh suatu ilmu pengetahuan.

3. Penglihatan
Ada ilmu-ilmu yang dapat kita peroleh melalui penglihatan sebagaimana firman Allah dalam surah al-An’am ayat 104:
“Sesungguhnya telah datang dari Rabb kalian bukti-bukti yang: maka barang siapa melihat (kebenaran itu), maka (manfaatnya) bagi diri sendiri dan barang siapa buta (tidak melihat kebenaran itu) maka kemudharatannya kembali kepadanya.

4. Akal
Yang membedakan manusia dengan hewan adalah akalnya. Dengan akal manusia bisa mencapai kebenaran yang hakiki, dan dengan akal pula manusia dapat memperoleh ilmu. Oleh karena itu al-Qur’an memberikan perhatian khusus kepada akal dalam berfikir.
5. Qalbu
Tugas qalbu adalah menebus kedalaman ilmu. Olej karena qalbu digolongkan sebagai alat untuk mencapai ilmu. Qalbu membantu manusia untuk meraih ilmu yang sejati. Sebagaimana firman Allah SWT:
“Mengapa kalian menyuruh orang lain (mengerjakan)kabaikan, sedangkan kalian melupakan diri sendiri. Padahal kalian membaca al-kitab 9taurat)? Maka tidakkah kalian berfikir? Jadikanlah sabar dan shalatsebgai penolong kalian. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusu’ (Q.S. 2: 44-45)

C. Sumber-Sumber Ilmu Pengetahuan
Allah menyuruh ummatnya untuk menuntut (mempelajari) ilmu sebanyak-banyaknya dari buaian sampai liang lahat. Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu sesuai dengan firman-Nya:
“Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman dari kamu dan orang-orang yang beriman”.

Allah menyuruh manusia mempelajari segala sesuatu yang di alam ini. Bahkan banyak sumber-sumber yang dapat kita gali untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Adapun sumber-sumber ilmu pengetahuan dalam Islma yaitu:
a. Al-Qur’an dan Sunnah
Allah SWT telah memerintahkan hambanya untuk menjadikan al-Qur’an dan sunnah sebagai sumber pertama ilmu pengetahuan. Hal ini dikarenakan keduanya adalah langsung dari sisi Allh SWT dan dalam pengawasannya, sehingga terjaga dari kesalahan dan terbebas dari segala vasted interest apapun. Karena ia diturunkan dari yang Maha berilmu dan yang Maha Adil. Sehingga Allah SWT menyampaikan melalui berbagai perintah untuk memikirkan ayat-ayar-Nya (Q.S. 12: 1-3) dan menjadikan Nabi saw sebagai pemimpin.

b. Alam Semesta
Allah SWT telah memerintahkan manusia untuk memikirkan alam semesta (Q.S. 3: 190-192) dan mengambil berbagai hukum serta manfaat darinya. Diantara ayat-ayat yang telah dibuktikan oleh pengetahuan modern sekarang ini seperti: ayat tentang asal mula alam semesta dari kabut/ nebula (Q.S. 16: 14-18). Penciptaan bumi dan lautan (Q.S. 30; 24), merupakan cipataan Allah sebagai tanda-tanda kekuasaan-Nya.

c. Diri Manusia
Allah SWT memerintahkan agar manusia memperhatikan tentang proses penciptaan-Nya, baik secara fisiologis maupun fisikologis/ jiwa manusia tersebut. (Q.S. 91: 7-10).

d. Sejarah
Allah SWT memerintahkan manusia agar melihat kebenaran wahyu-Nya melalui lembar-lembar sejarah (Q.S. 12: 111). Jika manusia masih ragu akan kebenaran wahyu-Nya dan akan datangnya hari pembalasan, maka perhatikanlah kaum nabi Nuh, Hud, Shalih, Fir’aun, dan sebagainya, yang sesuai keberadaannya dalam sejarah hingga saat ini.

D. Validitas Ilmu Pengetahuan
Sebagaimana diungkapkan dalam bab sebelumnya bahwasanya ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah, yaitu mengandalkan logika dan bukti empiris. Sedangkan instrumen untuk memperoleh ilmu adalah panca indera dan pikiran, nah untuk mencapai suatu kebenaran ilmu pengetahuan menurut al-Ghazali terdapat empat kelompok pencari kebenaran:
1. Para ahli ilmu kalam yakni mempergunakan metode debat dalam memecahkan masalah
2. Golongan Bathiniah yakni menggunakan metode ta’lun (ajaran otoriter) yakni tertolak dari suatu kebenaran dapat diterima apabila berasal dari seseorang yang dapat dipercaya.
3. Kaum filosof yakni kebenaran itu pada penalaran akal jadi masalah dianggap benar jika akal menerima.
4. Golongan Sufi yakni menggunakan metode kontemplasi (perenungan).

Dengan metodenya masing-masing inilah ke-empat golongan ini berusaha untuk menemukan suatu kebenaran dari ilmu pengetahuan. Akan tetapi ilmu pengetahuan yang bersumber pada Ilahi sudah pasti valid. Artinya tidak perlu diadakan riset karena ilmu tersebut langsung dari sisi-Nya, sedangkan ilmu yang tidak bersumber dari ilahi dalam buku pengantar filsafat pendidikan dijelaskan bahwa “kebenaran ilmu berada disepanjang pengalaman”. Jadi aktivitas ilmu ini digerakkan oleh pertanyaan bagaimana, yang dijawab oleh pelukisan tentang fakta, dan apa sebabnya yang dijawab oleh penjelasan tentang fakta.
Dengan demikian ilmu membatasi diri pada kenyataan (data, atau fakta, fenomena, dan pengalaman). Selain itu dalam buku pengantar filsafat umum dijelaskan bahwa untuk mengetahui bahwa suatu pengetahuan itu benar. Para pemikir telah merancang 3 macam cara untuk menguji kebenaran yaitu dengan teori korespondensi, teori koherensi dan teori paragmatis.
1. Teori Korespondensi yakni kebenaran adalah kesesuaian antara pernyataan dengan fakta, dan fakta itu sendiri kecekcokan antara pertimbangan dan situasi yang dipertimbangkan.
2. Teori koherensi yakni benar jika pertimbangan itu bersifat konsistensi (nutut0 dengan pertimbagnan lain yang diterima kebenarannya.
3. Teori Pragmatis yakni, kebenarannya itu lebih bersifat kepada bermanfaat tidak untuk kita.
Jadi inilah tiga pengujian kebenaran baik dalam ilmu maupun filsafat.

E. Klasifikasi Ilmu Pengetahuan
Menurut imam Ghazali dalam bukunya ihya ulmuddin beliau menerangkan secara khusus tentang lmu pengetahuan yang berhubungan dengan tatanan sosial masyarakat. Ia mengklasifikasikan ilmu pengetahuan berdasarkan tiga kriteria, yaitu:
1. Kasifikasi ilmu pengetahuan menurut tingkat kewajibannya
Berdasarkan tingkat kewajibannya ini imam al-Ghazali membagi kepada dua kewajiban yaitu;
a. Ilmu pengetahuan yang fardhu ‘ain
Menurutnya ilmu pengetahuan yang termasuk dihukumi fardhu ‘ain ialah segala macam ilmu pengetahuan yang dengan dapat digunakan untuk bertauhid (pengabdian, peribadatan kepada Allah secara benar, untuk mengetahui zat serta sifat-sifat-Nya.

b. Ilmu Pengetahuan Fardhu kifayah
Adapun yang termasuk fardhu kifayah menurutnya adalah setiap ilmu pengetahuan yang tidak dapat dikesampingkan dalam menegakkan kesejahteraan dunia. Al-Ghazali menyebutkan ilmu-ilmu yang termasuk fardhu kifayah adalah: ilmu kedokteran, berhitung, pembekaman, politik dan lain sebagainya.

2. Klasifikasi Ilmu Pengetahuan menutut Sumbernya
Adapun klasifikasi ilmu pengetahuan menurut sumbernya. Al-Ghazali membagi kepada 2 sumber:
a. Sumber dari pengetahuan Syari’ah
Yaitu ilmu pengetahuan yang di peroleh dari para Nabi as. Bukan dari penggunaan ilmu akal seperti berhitung atau dari eksperimen seperti ilmu kedokteran atau dari pendengaran seperti ilmu bahas.
Kemudian dari pengetahuan syari’ah di klasifikasikan menjadi 4 bagian yaitu;
1. Ushul yang terdiri dari, al-Quran, as-Sunnah, Ijma’ dan atsar sahabat.
2. Furu’ yang terdiri dari ilmu fiqih, ilmu akhlak atau etika Islam.
3. Mukaddimah yakni ilmu yang merupakan alat seperti ilmu bahasa, dan nahwu.
4. Mutammimah (penyempurnaan) yakni ilmu al-Qur’an hadits dan ilmu atsar sahabat dan lainnya.

b. Pengetahuan Ghoairi Syari’ah (akliyah)
Sumber-sumber primer dari pengetahuan ghoiru syari’ah (akliyah) adalah akal pikiran, eksperimen dan akulturasi.
Jadi, ilmu pengetahuan ghoiru syari’ah yakni sesuatu yang dapat diganti (dicari0 dan tercapai oleh persepsi dan ilmu pengetahuan ini ada yang terpuji, dan yang tercela dan ada yang mubah.

3. Klasifikasi Ilmu Pengetahuan menurut fungsinya sosialnya.
Berdasarkan fungsi sosialnya, al-Ghazali membagi kepada 2 macam:
a. Ilmu pengetahuan yang terpuji, yakni pengetahuan yang bermanfaat dan tidak dapat di kesampingkan. Contohnya ilmu kedokteran dan berhitung.
b. Ilmu pengetahuan yang terkutuk yaitu pengetahuan yang merugikan dan merusak manusia. Contohnya ilmu magis (sihir), azimat-azimat (hulasamat), ilmu tenung (sya’bidzah) dan astrologi (talbisat).

F. Karakteristik Ilmuan Muslim
Nabiel Fuad al-Musawa mengemukakan bahwa karakteristik seorang ilmuan muslim (cendikiawan muslim/ intelektual islam) ialah:
1, Bersungguh-sungguh
Seorang muslim menyadari akan hakikat semua aktfitas hidupnya adalah dalam rangka pengabdiannya kepada Allah SWT, sehingga dirinya haruslah mengoptimalkan semua potensi yang dimilikinya untuk sebesar-besarnya digunakan meningkatkan taraf hidup kaum muslimin.

2. Berpihak pada Kebenaran
Seorang muslim sangat menyadari bahwa ilmu yang bermanfaat yang didapatnya itu semuanya dari sisi Allah SWT. Allah lah yang mengajarinya dan membuatnya bisa mengenal alam semesta ini. Sehingga sebagai konsekuensinya, maka ia haruslah berpihak pada kebenaran yang telah diturunkan Allah SWT, tidak perduli ia harus berhadapan dengan orang oportunis, dan tidak perduli walaupun yang berpihak pada kebenarana itu sangat sedikit. Karena ia tahu bahwa saat mengahdap Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan setiap perbuatan walaupun kecil. (Q.S. 99: 7-8).
3. Kritis dalam Belajar
Setiap muslim harus mengetahui bahwa kebenaran yang terkandung dalam ilmu pengetahuan yang dipelajarinya bersifat relative dan tidak tetap. Sehingga ia selalu berusaha bersifat kritis dan tidak sepenuhnya yakin sepenuhnya dengan apa yang dipelajarinya dari berbagai ilmu pengetahuan modern tanpa melakukan suatu pengujian dan eksperimen.
Bisa saja suatu saat teori yang saat ini dianggap benar akan ditinggalkan, karena kebenaran teori bersifat akumulatif. Sehingga dengan semakin berlalunya waktu maka akan semakin mengalami penyempurnaan. Hal ini berbeda dengan kebenaran al-Qur’an yang bersifat absolute karena ia diturunkan oleh yang Maha Mengetahui akan kebenaran.

4. Menyampaikan Ilmu
Sifat seorang ilmuan muslim adalah berusaha mengamalkan ilmu yang sudah didapatnya dan menyampaikannya kepada orang lain. Karena pahala ilmu yang telah dipelajarinya menjadi suatu amal yang tidak pernah putus walaupun ia telah tiada, jika telah menjadi suatu ilmu yang bermanfaat.

5. Takut kepada Allah
Sefat seorang ilmuan muslim adalah dengan semakin bertambahnya ilmu pengetahuan yang didaptnya maka ia merasa semakin takut kepada Allah SWT. Hal ini disebabkan karena dengan semakin banyaknay ilmuan, maka semakin banyak rahasia alam semesta ini yang diketahuinya dan semakin banyaklah ia akan kebenaran firman Allah SWT dan kitab-kitab-Nua. Bukan sebalikya, semakin pandai maka semakin jauh ia kepada Allah SWT.

6. Bangun diwaktu Malam
Ciri seorang ilmuan muslim yang keenam ini yaitu sebagai konsekuensi dari ciri kelima di adas bahwa dengan semakin yakinnya ia kepada penciptaannya maka akan semakin banyak ia beribadah kepada-Nya dan sebaik-baik ibadah adalah ibadah yang dilakukan diwaktu malam. (Q.S. 32: 16).
`Secara umum M. Rusli Karim sebagaimana dikutip oleh imam Bawani dan Isa Anshori “memberikan criteria cendikiawan muslim dengan melihat berbagai segi yang depaparkan dalam uraian:
1. Dilihat dari belakang pendidikan. Minimal pernah mengikuti kuliah di perguruan tinggi.
2. Jauh dekatnya dengan Islam, karena menjauhi integritas yangg mencerminkan nilai-nilai dan ajaran Islam serta berpihak kepada Islam.
3. Dari segi aktivitasnya yng mencerminkan kepentingan umat Islam
a. sering diundang untuk berceramah
b. Sering terlibat dalam kegiatan diskusi tentang Islam
c. Banyak menaruh perhatian terhadap perkembangan
d. Pernah menulis tentang Islam
4. Menjadi sumber panutan di lingkungan
5. Memiliki komitmen yang kuat terhadap nilai-nilai dan ajaran-ajaran Islam yang terpancar dalam pemikiran-pemikiran, sikap dan tingkah laku sehari-hari secara terus menerus.
6. Terlibat dalam lembaga atau komitmen tertentu.

G. Implikasi Ilmu Terhadap Pendidikan Islam
Agama Islam meletakkan martabat tingginya kepada ilmu dan para ilmuan. Bahkan penghargaan al-Qur’an terhadap ilmu memiliki implikasi yang luas terhadap kedudukan manusia sebagai khalifah dan hamba Allah karena manusia sebagai subjek pendidikan memiliki peranan sebagai transformasi pendidikan dan sebagai pembentuk pengetahuan itu sendiri. Selain itu pengangkatan manusia sebagai khalifah tidak lain karena ilmunya sera kemampuannya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
Sebagai khlaifah yang dibekali potensi untuk memiliki ilmu berusaha menginterprestasikan ayat-ayat Allah yang berupa wahyu telah menurunkan ilmu-ilmu al-Qur’an, ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu tauhid, ilmu fiqih, ilmu tasawuf, dan lain-lain. Sedangkan penafsiran manusia terhadap ayat-ayat Allah justru telah melahrkan geologis, ilmu fisika, ilmu kimia, astronomi, geografi dan lain-lain. Demikian juga penafsiran manusia terhadap ayat-ayat Allah yang berasal dari dalam diri manusia itu sendiri, telah melahirkan ilmu psikologi, kedokteran, antropologi, sosiologi, ekonomi, politik dan lain-lain.
Jadi ilmu memiliki suatu gugusan sestem pemikiran tersendiri sebagai pengetahuan keilmuan yang masing-masing memiliki metodologi sendiri. Pentingnya ilmu bagi manusia menyebabkan pencarian dan pengembangannya memiliki nilai tanggung jawab kesamaan. Sehingga seca filosofis kehadiran manusia sebagai khalifah di bumi dalam rangka proses pendidikannya.
Pengetahuan Islam bertolak dari keyakinan terhadap keesaan Allah yang harus di kembangkan dlaam pendidikan Islam, etika dan nilai Islam meresap dalam semua kegiatan manusia. Pengetahuan baik sebagai proses maupun sebagai produk memiliki implikasi yang luas terhadap pengembangan metogdologi pengajran dan kurikulum pendidikan Islam melalui jalur klasifikasi sains. Dengan terpenuhinya konsep ilmu yang holistic akan dapat terbentuk kurikulum pendidikan yang mampu memenuhi tuntutan kebutuhan dalam pembinaan keperibadian anak, baik dalam dimensi spiritual, intelektual, moral dan material. Dalam hal ini akan sistematis dalam kajian kurikulum pendidikan Islam sebagai teori pendidikan Islam.

WANITA SHALEHAH

BAB I
PENDAHULUAN

Semua orang selalu ingin menginginkan wanita shalehah, sebab wanita shalehah adalah dambaan semua orang. Dengan adanya wanita shalehah kehidupan akan terasa lebih indah, rumah tangga harmonis walaupun ekonomi susah. Suami tidak cemas meniggalkan istrinya, orang tua tidak was-was jika harus melepaskan putrinya, kehidupan dalam masyarakat akan baik. Sebagaimana sabda Nabi saw:

ﺍﻠﺪﻨﻴﺎﻤﺗﺎﻉﻮﺧﻴﺮﻤﺗﺎﻉﺍﻟﺪﻨﻳﺎﺍﻟﻤﺭﺀﺓﺍﻟﺼﺎﻟﺤﺔ ﴿ﺮﻭﺍﻩﻤﺴﻟﻡ﴾

“Dunia itu adalah sebagai suatu hiasan, dan sebaik-baik hiasan dunia itu adalah wanita yang baik (shalehah). (HR. Muslim).

Pertanyaannya sekarang siapakah wanita shalehah itu dan bagaimana ciri-cirinya. Di dalam makalah ini akan memabahas sekilas tentang permasalahan wanita shalehah dan yang berhubungan dengannnya.












BAB II
WANITA SHALEHAH

A. Ciri-ciri Wanita Shalehah
Wanita mempunyai peranan yang sangat penting dalam hidup dan kehidupan, baik dalam kehidupan rumah tangga, masyarakat, bangsa dan negara. Betapa tidak wanita juga merupakan tiang negara, apabila baik wanitanya maka baiklah negara itu namun apabila wanita itu rusak negara itupun akan rusak dan hancur.
Kriteria wanita shalehah itu bukan hanya wanita yang cantik fisiknya tetapi cantik pula jiwanya. Setiap tignkah lakunya berpedoman pada al-qur’an dan hadits sehingga memancarkan pesona bagi orang-orang yang disekitarnya. Menurut Nawal binti Abdullah menjelaskan bahwa ciri-ciri wanita shalehah itu terbagai kepada tujuh bagian yaitu:
1. Wanita yang Cinta kepada Allah dan Rasul-nya
Wanita shalehah adalah wanita yang cinta kepada Allah dan rasul-nya. Ia lebih mencintai Allah dan Rasul daripada dirinya sendiri, anak-anaknya dan seluruh manusia. Sebagaimana hadits Nabi saw:

ﻻﻴﺆﻤﻦﺍﺤﺪﻜﻡﺤﺘﻰﺍﻜﻮﻦﺍﺣﺐﺍﻟﻴﻪﻤﻦﻭﻮﺍﻟﺪﻩﻮﺍﻟﻨﺎﺱﺍﺠﻤﻌﻴﻦ ﴿ﻤﺗﻔﻖﻋﻟﻳﻪ﴾

“tidaklah beriman salah satu dari kam, sehingga Aku menjadi orang yang paling ia cintai daripada anak kedua orang tuanya serta seluruh manusia. (Muttafuqun ‘Alaih)
Wanita shalehah juga wanita yang mau mengorbankan harta, anak, jiwa dan apa saja yang ia miliki demi menolong agama Allah Ta’ala dan membela sunnah Nabinya.

2. Wanita yang Taat kepada Perintah Allah dan rasulnya
Wanita shalehah ialah wanita yang mengerjakan perintah-perintah Allah Ta’ala dengan cermat dan ikhlas dan juga menjauhi larangan-Nya dan merasa takut terhadapnya. Arti cinta kepada Allah dan Rasul ialah melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi segala yang dilaranga-Nya. Jika ada yang mengerjakan sebagian yang dilarangnya atau tidak emlaksanakan sebagaian apa yang diperintahkan-Nya maka cintanya tidak sempurna dan kadar kadar ketidaksemempurnaannya ditentukan oleh maksiat dan penentangan yang ia lakukan serta perintah dan ketaatan yang tidak ia kerjakan. Allah Ta’ala menjelaskan bukti kejujuran cinta kepada-Nya ialah dengan mengikuti dan taat kepada rasul-Nya. Sebagaimana yang tercantum dalam surat Al-imaran ayat 31 :

ﻗﻞﺍﻦﻜﻨﺗﻡﺗﺤﺑﻮﻥﺍﷲﻔﺎﺘﺑﻌﻮﻧﻰﻴﺤﺑﺒﻜﻡﺍﷲﻮﻴﻐﻓﺭﻟﻛﻡﺫﻧﻮﺑﻛﻡﻭﺍﷲﻏﻓﻭﺮﺍﻟﺮﺤﻴﻡ ﴿ﻹﻣﺭﺍﻥ׃٣١﴾

“Katakanlah jika kalian mencintai Allah ikitulah Aku, niscaya Allah mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. (Al-Imran : 31)

3. Wanita yang Bertaqwa, Takut kepada Allah dan Zuhud di Dunia
Wanita shalehah yaitu wanita yang bertaqwa kepada Allah dan melakasanakan segala perintah-Nya dengan konsisten, dan selalu mengerjakan hal-hal yang berguna baginya di dunia dan di akhirat. Ia menekuni kehidupan zuhud berdsarkan ilmu aqidah dan agamanya.

4. Wanita yang Berbakti kepada Orang Tua
Wanita shalehah juga merupakan wanita yang berbakti kepada orang tuanya, karena ia tahu ridha Alah terkait dengan keridhoan keduanya, dan merka allah ditentukan oleh kemurkaan keduanya. Sebagaimana firman Allah :

ﻭﻗﺿﻰﺮﺑﻚﺍﻻﺗﻌﺑﺩﻭﺍﺍﻻﺍﻴﺎﻩﻭﺑﺎﻟﻭﺍﻟﺪﻴﻥﺍﺤﺳﺎﻥﺍﻣﺎﻴﺑﻟﻐﻥﻋﻧﺩﻚﺍﻟﻛﺑﺭﺍﺣﺩﻫﻣﺎﺍﻭﻛﻼﻫﻣﺎﻓﻼﺗﻗﻝﻟﻫﻣﺎﺍﻑﻭﻻﺗﻧﻫﺭ ﻫﻣﺎﻭﻗﻞﻟﻫﻣﺎﻗﻭﻻﻜﺭﻴﻣﺎ

“ Dan Tuhan-mu telah memerintahkanmu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua orang tuamu dengan sebaik-baiknya, jika salah seorang diantara keduanya atau keduanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ah dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (Al-Isra’: 23)

Wanita shaleha selalu menyayangi kedua orang tuanya, bersikap lembut kepada keduanya dan berintraksi kepada keduanya. Ia tidak menyusahkan orang tuanya akan tetapi ia selalu membahagiankan dan membuat mereka senang dengan sikapnya yang sopan dan perkataannya yang lembut dan sopan santun dan disertai dengan rasa hormat.

5. Wanita yang Patuh kepada Suami
Wanita shalehah yang patuh kepada suami yaitu mencari keridhoannya dan tidak pernah membuatnya marah dan kecewa. Wanita yang seperti ini selalu mengedepankan hak suami atas hak-hak pribadinya ia tidak sombong didepannya dengan meninggikan suara atau menghinanya. Sehingga mereka mendapat apresiasi dari Rasul saw. Nabi bersabda :

ﺍﺫﺍﺻﻟﺕﺍﻟﻣﺭٲﺓﺧﻣﺳﻬﺎﻭﺤﺻﻧﺕﻓﺭﺟﻬﺎﻭﻃﺎﻋﺖﻴﻌﻟﻬﺎﺩﺧﻟﺖﻤﻥﺍﻱﺍﺑﻭﺐﺍﻟﺟﻧﺔﻣﺎﺷﺎﺀﺕ

“ Jika seorang istri sholat lima waktu, menjaga kemaluannya, dan patuh kepada suaminya, ia masuk surga dari pintu mana saja yang ia sukai. (H.R. Ibnu hibban).

Wanita shalehah juga berbuat baik semaksimal mungkin demi meraih cita-cita suaminya sebab ia tahu hadits Rasulullah saw yang berbunyi:
“Jika seorang istri meninggalkan dunia sedang suaminya ridho kepadanya ia akan masuk surga”.(H.R ibnu Mazah, At- Tirmidzi, Hadits Ibnu Hasan).

Juga sabda Rasulullah saw:
ﻟﻭﻛﻧﺖﺍﻤﺭﺍﺍﺣﺪٰﺍﻥﻳﺳﺟﺩﻷﺣﺩﻷﻣﺭﺕﺍﻟﺯﻭﺟﺔ
“Jika aku boleh menyuruh seseorang sujud kepada orang lain tentu aku menyuruh istri sujud kepada suaminya”. (H.R. At- Tirmidzi).

Wanita shalehah itu tidak menodai kehormatan suaminya dan tidak mengerjakan hal-hal yang menyakiti suaminya. Untuk itu wanita shalehah harus mengetahui apa-apa yang disukai suaminya dan apa-apa yang tidak disukai suaminya. Wanita shalehah itu tidak akan rela kalau suaminya lalai dalam taat kepada Allah dan mengerjakan maksiat dan ia tidak rela suaminya berteman dengan orang-orang yang jauh dari perintah Allah yang akan menjerumuskannya kedalam maksiat. Dan ia selalu menasehati suaminya kalau suaminya itu jauh dari ajaran Allah dan Rasulnya.
Kita amat perihatain bahkan sedih dan menangis mendengar sebagai wanita muslimah yang selalu mengecewakan dan menyakiti perasaan suaminya. Bahkan ia merelakan suaminya hanyut dalam pekerjaan yang haram.

6. Wanita yang Mendidik Anak-anaknya
Anak adalah merupakan nikmat yang besar yang dianugrahkan Allah kepada manusia dan tanggung jawab untuk mendidiknya sampai besar, maka wanita shalehah berusaha keras mendidik anak-anaknya untuk mencintai al-qur’an dan sunnah dan melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya dan menanamkan aqidah-aqidah yang benar dijiwai mereka. Wanita shalehah juga mendidik anak-anaknya untuk senantiasa membiasakan dan menerapkan akhlak mulia, misalnya jujur, sabar dermawan dan pemberani.
Dan sungguh beruntung orang tua yang berhasil mendidik anaknya sesuai dengan tuntutan Islam karena anak itu bukan hanya berguna sewaktu ia hidup tetapi sampai dia meninggal dunia paling tidak anak itu bisa mendoakannya. Sebagaimana sabda Nabi saw:

ﺍﺫٰﻣﺎﺖﺍﺑﻥٲﺪٰﻡﺍﻧﻗﻄﻊﻋﻤﻟﻪﺍﻻﻣﻥﺛﻼﺙ٬ﻭﻣﻧﻬﺎﻭﻟﺩﺻﺎﻟﺢﻳﺩﻋﻭﻟﻪ

“Jika seorang meninggal dunia maka amal perbuatannya terputus kecuali tiga hal diantaranya anak yang sholeh yang mendoakannya. (H.R Muslim, Abu Daud, Nasai, Al- Baihaqi dan Ahmad).
Anak yang shaleh bukanlah terjadi dengan sendirinya akan tetapi merupakan hasil dari usaha didikan orang tuanya dan oleh karenanya peranan wanita shalehah dalam mendidik anak sangatlah besar.

7. Wanita yang Rajin Mencari Ilmu dan Berdakwah di Jalan Allah
Wanita shalehah merupakan wanita yang rajin mencari ilmu yang bermanfaat yaitu ilmu yang menguatkan aqidah, iman, keyakinan menambah kekhusukan ketaqwaan dan keshalehahannya. Maka dengan ilmunya itu ia menjadi guru bagi anak-anaknya dan generasi masa depan. Hanya dengan ilmu yang bermanfaat membuat wanita muslimah menjadi istri ideal, penyayang dan mengurus dengan baik keluarganya.
Zaman generasi Salafus Sholeh banya wanita yang hafaz Al-Qur’an atau hafaz banyak hadits. Mereka mengajarkan ilmu kepada laki-laki dari balik tabir. Seperti dikisahkan pada suatu pagi pengantin baru (murid Sayyib bin Musayib) mengambil pakaian hendak keluar rumah, lalu istrunya yang merupakan putri Said bin Musayyib bertanya kepadanya “ abang hendak mau pergi kemana? Suaminya menjawab “ pergi kemajelis Said bin Musayyib untuk belajar, istrinya berkata ‘duduk disini saja aku akan mengajarkan kepadamu seluruh ilmu Said bin Musayyib”.
Begitulah ciri-ciri wanita shalehah itu, mungkin di zaman sekarang ini sangat jarang kita temukan wanita yang seperti ini.

Wassalam,,,,,

PERANAN KELUARGA DALAM PEMBINAAN PENDIDIKAN AGAMA


BAB I
PENDAHULUAN

Islam adalah agama yang sangat peduli terhadap pendidikan. Islam menerapkan sistem pendidikan sepanjang hayat, sebagaimana sabda Rasulullah saw yang artinya “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahad”.
Bila kita cermati di dalam hadits ini ditegaskan bahwa tonggak awal pendidikan terjadi di dalam lingkup keluarga. Sebelum seorang anak mengenal lingkungan, masyarakat, sekolah dan dunia luar lainnya. Dia terlebih dahulu dipengaruhi oleh lingkungan keluarganya terutama kedua orang tuanya.

Dapat kita pahami bahwa pertama kali seorang anak mendapatkan pendidikan dari keluarganya. Hal pertama yang sangat penting ditanamkan dalam diri anak dalam proses pendidikannya yang pertama ini adalah penanaman nilai-nilai agama. Ini sangat penting karena sedini mungkin di dalam diri anak harus dibangun besic agama yang kuat sebagai bekal baginya untuk menjalani kehidupannya.
Penanaman dan pembinaan pendidikan agama pada diri anak menurut peran aktif keluarganya yang tidak bisa diabaikan begitu sja. Adalah kesalahan yang sangat fatal bila menyerahkan pembinaan pendidikan agama anak pada lingkungan, masyarakat maupun sekolah saja. Hal ini disebabkan tanggung jawab pendidikan agama yang paling awal bagi anak terletak di pundak orang tuanya.
Di dalam makalah ini insya Allah kita akan membahas bagaimana idealnya peran keluarga dalam pembinaan pendidikan agama anak. Dalam hal ini kita akan menyoroti bagaimana konsep Islam terhadap pendidikan dalam keluarga, fase-fase pendidikan yang diberikan kepada anak, urgensi pembinaan pendidikan agama terhadap anak dalam keluarga, maupun hal-hal lain yang berkaitan erat dengan peran keluarga dalam pembinaan pendidikan agama.
Penulisan makalah ini di dukung berbagai leteratur, baik berupa buku-buku yang relevan, internet dan media lainnya. Untuk memperdalam wawawan kita tentang materi dalam makalah ini dapat dilakukan dengan merujuk literatur aslinya yang kami cantumkan dalam bentuk foot note maupun daftar pustaka.

BAB II
PERANAN KELUARGA DALAM PEMBINAAN PENDIDIKAN AGAMA

A. Konsep Pendidikan dalam Keluarga Menurut Islam
Dalam ajaran Islam, anak merupakan amanah Allah yang harus dipertanggungjawabkan. Dlaam ruang lingkup keluarga, orang tua bertanggung jawab terhadap pertumbuhan, perkembangan dan kesempurnaan pribadi anak menuju kematangannya. Secara umum, inti dari tanggung jawab itu adalah penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak di dalam rumah tangga.
Keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama bagi anak. Karena secara kodrati, keluarga merupakan absis penentu dalam pengembangan pendidikan anak pada masa depan. Dalam keluarga terjadai intraksi antara satu dengan lainnya sehingga terjadi proses transformasi nilai, baik spritual maupun sosio kultural.
Secara umum, dunia mengakui pendidikan sidini mungkin sangat penting bagi anak. Disisi lain, Islam mengajarkan lebih dari itu, bahwa pendidikan itu telah berlangsung sejak dalam kandungan. Ini sejalan dengan hadits Rasulullah saw, yang artinya: “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahad”. Lebih jauh lagi, sebelum memilih jogohpun seseorang harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya dan menjaga dirinya dari hal-hal yang dilarang agama. Ini merupakan bentuk pembiasaan diri yang dimulai dari diri sendiri demi mempersiapkan keturunannya kelak. Begitu juga dalam memilih jodoh, Islam menetapkan beberapa syarat yang juga memberi implikasi terhadap kualitas keturunan kelak.
Dalam konteks edukatif, maka sebuah keluarga muslim yang paling utama adalah berfungsi dalam memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan. Rasulullah saw bersabda:
ﻋﻟﻣﻭٰﺍﻭﻻﺩﻛﻡﻭﺍﻫﻟﻳﻛﻡﺍﻟﺧﻴﺭﻮﺍﺩﺑﻭﻫﻡ
“Ajarkanlah kebaikan kepada anak-anak kamu dan keluarga kamu dan didiklah mereka. (H.R. Abdur Razaq dan said bin Mansur).
Hadits di atas menunjukkan bahwa Islam senagat memperhatikan pendidikan anak dalam keluarga. Kita tentu sepakat bahwa tidak ada yang lebih berbahaya terhadap masyarakat daripada kerusakan anak-anak sebagai generasi pengganti dan pemimpin masa depan kita. Oleh karena itu, Islam sangat memperhatikan hal ini dengan perhatian yang khusus dari sisi pendidikan mereka. Yakni dengan pendidikan yang memberikan jaminan keamanan dan kebahagian bagi kaum muslim. Cikal bakal pendidikan anak dimulai dari dalam setiap rumah tangga di bawah naungan kedua orang tuanya.

B. Ornag Tua Sebagai Central Teacher dalam Keluarga
Di dalam keluarga, orang tua berperan sebagai pendidik yang utama bagi anak-anaknya. Idealnya orang tua diharapkan dapat membimbing, mendidik, melatih dan mengajar anak dalam masalah-masalah yanga menyangkut pembentukan kepribadian dan kegiatan belajar anak.
Pendidikan dalam keluarga adalah upaya pembinaan yang dilakukan orang tua terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembanga sebagaimana mestinya. Seluruh potensi anak dapat berkembang, yaitu jasmani, akal dan rohani. Ketida aspek ini merupakan sasaran pendidikan di dalam keluarga yang harus diperhatikan setiap orang tua.
Dalam konteks fungsi edukatif, maka sebuah keluarga muslim (dalam hal ini orang tua) yang paling utama berfungsi dalam memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan. Berkaitan dengan pemberian keyakinan agama, sesungguhnya anak memang dilahirkan dalam keadaan fitrah maka orang tuanyalah melalui pendidikan di keluarga yang akan menentukan apakah anak tersebut akan menjadi muslim, nasrani, majusi atau yahudi.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa peran orang tua dalam pendidikan anak di keluarga sangatlah besar. Tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa orang tua adalah central teacher dalam keluarga. Hal ini disebabkan setiap anak mendapatkan pendidikan pertama kali dan biasanya yang paling membekas dari orang tuanya.
Orang tua menjadi pendidik pertama dan utama. Kaedah ini ditetapkan secara qodrati, artinya orang tua tidak dapat berbuat lain, mereka harus menempati posis itu dalam keadaan bagaiamanapun juga. Karena mereka ditakdirkan menjadi orang tua anak yang dilahirkan. Oelh karena itu, mau tidak mau mereka harus menjadi penanggung jawab pertama dan utama. Kaedah ini diakui oelh semua agama dan semua sistem nilai yang dikenal manusia.
Ada pribahasa yang mengatakan “buah tidak jauh jatuh dari pohonnya”, artinya, seorang anak tidak akan jauh berbeda dengan watak, tabiat dan kebiasaan orang tuanya. Karena itu, pendidika keluarga yang diberikan oelh orang tua akan berimbas sangat besar terhadap anaknya. Proses pendidikan yang diberikan oelh orng tua kepada anaknya dapat melalui beberapa alat pendidikan (non fisik), yaitu, keteladanan, pembiasaan, hukuman dan ganjaran, dan pengawasan. Alat pendidikan non fisik ini dapat difungsikan oleh orang tua di rumah (dalam keluarga) untuk mempengaruhi anak agar melaksanakan nilai-nilai kebaikan dan membina perkembangan potensi dirinya.
Bila alat pendidikan non fisik ini dimanfaatkan secara maksimal oleh orang tua ke arah yang positif maka akan berimbas positif pula terhadap perkembangan anak. Sebaliknya jika alat pendidikan non fisik ini disalah gunakan oleh orang tua, maka akan berdampak negative terhadap diri anak. Contohnya bila orang tua memberi keteladanan dengan sikap dan perbuatan yang baik, maka anak akan cenderung untuk mengikuti sikap dan perbuatan baik tersebut. Begitu juga sebaliknya.

C. Urgensi Penerapan/ Pembinaan Pendidikan Agama terhadap Anak dalam Keluarga
Pendidikan agama merupakan pendidikan dasar yang harus diberikan kepada anak sejak dini mengingat bahwa pribadi anak masih mudah untuk dibentuk. Setiap anak berada di bawah pengaruh lingkungan keluarganya. Keluarga merupakan lembaga yang sangat strategis dalam proses pendidikan bagi anak. Mengingat fungsi strategis tersebut, maka pendidikan agama yang merupakan pendidikan dasar harus dimulai dari lingkungan keluarga oleh orang tua.
Pendidikan agama dan spritual termasuk bidang-bidang pendidikan yang harus dapat perhatian penuh dari keluarga terhdap anak-anaknya. Pendidikan agama dan spritual ini berarti membangkitkan kekuatan dan kesediaan spritual yang bersifat naluri yang ada pada anak-anak melalui bimbingan agama dan pengamalan ajaran-ajaran agama.
Dari segi kegunaan, pendidikan agama dalam rumah tangga berfungsi sebagai berikut:
# Penanaman nilai dalam arti pandangan hidup yang kelak mewarnai perkembangan jasmani dan akalnya.
# Penanaman sikap yang kelak menjadi basis dalam menghargai hidup dan pengetahuan di sekolah.

Pembinaan pendidikan bagi anak di dalam keluarga memiliki kedudukan yang sangat urgen, keluarga menjadi lembaga pendidikan pertama dan utama bagi anak. Karena itu, pendidikan agama idealnya ditanamkan pertama kali di dalam keluarga.
Bekal pendidikan yang diperoleh anak dari lingkungan keluarga akan memberinya kemampuan untuk menentukan arah di tengah-tengah kemajuan yang demikian pesat. Keluarga muslim merupakan keluarga-keluarga yang mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mendidik generasi-generasinya untuk mampu terhindar dari berbagai bentuk tindakan yang menyimpang. Oleh sebab itu, perbaikan pola pendidikan anak dalam keluarga merupakan sebuah keharusan dan membutuhkan perhatian yang serius. Hal yang tidak bisa kita abaikan adalah bahwa tujuan utama pembinaan pendidikan agama dalam keluarga adalah penanaman iman dan akhlaq terhadap diri anak.
Pembentukan kepribadian anak sangat erat kaitannya dengan pembinaan iman dan akhlak yang ditanamkan melalui pendidikan agama. Secara umum, pakar-pakar kejiwaan berpendapat bahwa kepribadian merupakan suatu mekanisme yang mengendalikan dan mengarahkan sikap dan prilaku seseorang. Keperibadian terbentuk melalui semua pengamalan dan nilai-nilai yang diserap dalam pertumbuhannya, terutama pada tahun-tahun pertama umurnya. Apabila nilai-nilai agama banyak masuk ke dalam pembentukan kepribadian seseorang, tingkah laku orang tersebut akan diarahkan dan dikendalikan oleh nilai-nilai agma. Di sinilah letak urgensi pembinaan pendidikan agama terhadap anak di dalam keluarga, khususnya pada masa-masa perkembangan dan pertumbuhan anak tersebut. Oleh sebab itu keterlibatan orng tua dalam pembinaan pendidikan anak di keluarga sangat diperlukan.
Sedangkan menurut al-Qurasyi ada tiga tugas keluarga (orang tua), yaitu:
1. keluarga bertanggung jawab menyelamatkan faktor-faktor ketenangan, cinta kasih, serta kedamaian dalam rumah, dan menghilangkan segala macam kekerasan, kebencian dan antagonisme.
2. Keluarga harus mengawasi proses-proses pendidikan.
3. Keluarga harus memberikan porsi yang besar pada pendidikan akhlak, emosi serta agama anak-anak di sepanjang tingkat usia yang berbeda-beda.

D. Pendidikan Pra Natal
Pendidikan merupakan suatu proses yang terdiri dari beberapa fase secara garis besar ada dua fase dalam pelaksanaan proses pendidikan, yaitu pendidikan pra natal 9pra konsepsi dan pasca konsepsi) dan pendidikan pasca natal (pendidikan setelah kelahiran).
Fase pranatal adalah fase sebelum kelahiran anak. Fase pranatal terbagi kepada dua masa pra konsepsi (masa sebelum terjadinya pertemuan antara sperma dan sel ovum) dan masa pasca konsepsi (masa kehamilan).
Pada masa pra konsepsi berkait erat dengan tujuan pernikahan. Pernikahan di dalam Islam salah satu tujuannya adalah untuk memelihara keturunan. Karena itu, mulai proses memilih jodoh telah berorientasi pada kepedulian utama dalam merancang pendidikan anak. Mulai proses persiapan diri seorng mukmin untuk menikah, memilih jodoh, pernikahan sampai ketika telah diporbelehkan melakukan hubungan suami istrei dalam konsep Islam terdapat nilai-nilai pendidikan yang sangat berharga yang berimplikasi pada kualitas keturunan.
Nilai-nilai pendidikan itu terdapat antara lain pada konsep Islam dalam menentukan syarat-syarat memilih jodoh yang mengutamakan agama sebagai kriteria yang tidak dapat ditawar-tawar, ta’aruf dan peminangan untuk lebih mengetahui latar belakang calon pasangan hisup yang akan dinikahi, resepsi atau walimatul ‘ursy yang dilengkapi dengan khutbah pernikahan, bahkan setelah halal melakukan persetubuhanpun Islam mengajarkan agar membaca doa sebelumnya sehingga pasangan suami isteri dan anak yang (mungkin) akan dikaruniakan Allah SWT dijauhkan dari syaitan.
Pendidikan pada masa pasca konsepsi bersifat tidak langsung (indirect education). Pada fase pranatal pasca konsepsi terjadi pertumbuhan yang penting di dalam rahim ibu. Suasana kesehatan dan kejiwaan ibu sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak dalam rahimnya. Rangsangan yang diberikan ibu kepada anaknya dalam rahim sangat penting bagi perkembangan selanjutnya. Ibu sebaiknya mengaktifkan komunikasi pada anak sejak dalam rahim.
Memasuki bulan keenam dan ketujuh pada masa kehamilan, bayi mulai mendengar suara-suara seperti detak jantung ibu, suaru usus dan paru-paru, dan juga suara lain di luar rahim. Semua itu didengarkan melalui getaran ketuban yang ada dalam rahim. Suara ibu adalah suara manusia yang paling jelas di dengar anak, sehingga suara ibu menjadi suara manusia yang paling disukai anak. Anak menjadi tenang ketika ibunya menepuk-nepuk perutnya sambil membisikkan kata-kata manis. Hal ini akan menggoreskan memori di otak anak. Semakin sering hal itu diulang semakin kuat getaran itu pada otak anak. Kemampuan mendengar ini sebaiknya digunakan oleh ibu untuk membuat anaknya terbiasa dengan ayat-ayat al-Qur’an. Karena suara ibulah yang paling jelas maka yang terbaik bagi anak dalam rahim adalah bacaan ayat al_qur’an oleh ibunya sendiri, bukan dari tape, radio atau dari yang lain. Semakin sering ibu membaca al-Qur’an selama kehamilan, semakin kuatlah getaran memori al-Qur’an di otak anak.
Selain membaca al-Qur’an orang tua dapat memberikan pendidikan pada fase pasca konsepsi dengan mendoakan anak di dalam kandungannya, menjaga kesehatan dan memakan makanan yang bergizi (halal dan baik), meluruskan niatnya dengan ikhlas merawat kandungannya semata karena Allah, mendekatkan diri kepada Allah baik dengan ibadah-ibadah wajib maupun memperbanyak ibadah sunnah serta berakhlak mulia sehingga memberi pengaruh postitif kepada anak di dalam kandungannya.

E. Pendidikan Pasca Natal
Pendidikan pasca natal terbagi menjadi lima fase, yaitu:
1. Pendidikan bayi (infancy or babyhood)
Fase ini berlangsung sejak anak tersebut lahir sampai berumur dua tahun. Pada fase ini anak didominasi oleh aktivitas merekam. Pada umumnya setiap bayi sangat tergantung pada bantuan orang lain terutama ibunya.
Bagi anak yang baru lahir, beberapa pesan dianjurkan Rasulullah saw, agar diterapkan yang merupakan pelaksanaan pendidikan bagi bayi, diantaranya:
- Azan dan iqomat, yang mengandung hikmah memberikan seruan suci untuk beribadah kepada Allah SWT. Melalui azan dan iqamat seorang anak dikenalkan kepada rabbnya.
- Mencukur rambut bayi, yang mengandung unsur kebersihan dan kesehatan.
- Tasmiyah, memberi nama yang baik kepada anak karena nama merupakan cerminan harapan do’a. memberikan nama yang baik mengandung unsur pendidikan yang memberi pengaruh terhdap anak kelak di masa dewasa, diharapkan anak akan tumbuh sesui denga kabaikan yang tecermin dari namanya.
- Aqidah, ini mengandung hikmah pengorbanan dan tanggung jawab orang tua kepada anaknya serta indikator ketaqwaan kepada Allah SWT.
- Khitan, unsur pendidikan dari khitan ini melatih anak mengikuti ajaran Rasul, khitan membedakan pemeluk Islam dan pemeluk agama lain, khitan merupakan pengakuan penghambaan manusia terhadap Allah SWT, khitan membersihkan badan dan berguna bagi kesehatan.
- Menyusui, mengandung unsur pendidikan yang sangat baik, terutama curahan kasih sayang kepada anak yang dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak. Selain itu, ASI juga bak untuk kesehatan, pertumbuhan, perkembangan fisik bahkan kecerdasan anak.

2. Pendidikan Kanak-kanak (early childhood)
Masa kanak-kanak berlangsung dari usia 2-5 atau 6 tahun dan disebut juga dengan masa estetika, ams indera dan masa menentang orang tua. Pada fase ini anak didominasi oleh aktivitas merekam dan meniru. Umumnya perkembangan anak lebih cepat, sehingga aktivitas meniru muncul lebih cepat. Pada masa-masa inilah lingkungan keluarga memberikan nilai-nilai pendidikan lewat kehidupan sehari-hari. Semua orang yang berada di lingkungan keluarga khususnya memberikan perlakuan dan keteladanan yang baik secara konsisten. Ketika anak sudah mulai bermain di luar rumah, kelarga harus bisa membentengi anak dari nilai-nilai atau contoh buruk yang ada di luar.
Manurut Fatima Harren fase ini merupakan fase cerit dan pembiasaan. Pada saat inilah terdapat lapangan yang luas bagi orang tua untuk menggali cerita-certia al-Qur’an dan sejarah perjuangan Islam.
Pada usia ini sangat disarankan agar dalam mendidik anak, orang tua tidak boleh terlalu lembut ataupun terlalu ekstrim. Orang tua harus memahami bahwa anak di usia ini sangat senang bermain. Hendaknya orang tua bisa bijaksana dengan menanamkan nilai-nilai pendidikan agama kepada anak sambil bermain sehingga anak tidak merasa bosan dan terpaksa. Kebiasaan dan pembiasaan pada anak akan sangat menetukan bagi keberhasilan pendidikan agamnya pada masa itu.

3. Pendidikan Anak-anak (late-childhood)
Fase ini terjadi pada usia 6-12 tahun. Pada fase ini anak diajarkan adab, sopan santun, akhlak, juga merupakan masa pelatihan kewajiban seorang muslim seperti shalat dan puasa.
Rasulullah saw bersabda yang artinya:
“ Apabila abak telah mencapai usia enam tahun, maka hendaklah diajarkan adab dan sopan santun”. (H.R. ibnu hibban).
Pada hadits yang lain, yang artinya:
“ Suruhlah anak-anakmu mengerjakan shalat pada usia tujuh tahun dan pukullah mereka pada usia sepuluh tahun bila mereka tidak sholat, dan pisahkan mereka dari tempat tidurnya (laki-laki dan perempuan)”. (H.R. Al-Hakim dan Abu Dawud).
Pada fase ini merupakan masa sekolah dasar bagi anak. Pada usia sekolah ini anak sudah berhubungan dengan temannya dalam kelompok bermain yang dpaat dimanfaatkan untuk menemkan pendidikan Islam, seperti rekreasi bersama untuk memperkenalkan keindahan alam ciptaan Allah, kerjasama dalam rangka berpartisipasi dalam sociaal keagamaan dan sebagainya.
Pada fase ini orang tua dituntut untuk :
- mengembangkan rasa iman dalam diri anak-anak
- Membiasakan anak-anak melakukan amalan-amalan sebagai permulaan hidup menurut Islam yang diridhoi Allah SWT.
- Memberikan bimbingan dalam menegakkan sifat-sifat kemasyarakatan anak.
- Memupuk kecerdasan, kecekatan dan keterampilan melalui latihan-latihan panca indra.
- Membantu anak mencapai kematangan fisik dan mental untuk belajar di sekolah.
- Membimbing dan membantunya dalam belajar di sekolah sesuai dengan tingkatannya sehingga dapat berprestasi di sekolahnya dan mencapai kesuksesan di masyarakat sesudahnya.

Adapun metode pendidikan yang dapat diterapkan pada fase ini yaitu keteladanan, pembiasaan dan latihan, kemudian serta berangsur-angsur diberikan penjelasan secara logis maknawai.

4. Pendidikan Remaja (Adolencence)
Fase ini umumnya berada antara laki-laki dan perempuan. Untuk laki-laki berusia mulai 13-22 tahun dan untuk perempuan 12-21 tahun. Pada fase ini si anak perlu mendapat bimbingan dan arahan dari orang tua secara arif dan bijaksana, sebab pada fase remaja ini anak akan mengalami perubahan-perubahan, baik jasmani maupun rohani. Fase ini sangat membutuhkan keteladanan dari orang tua, sebab orang tua adalah figur sentral yang menjadi pedoman bagi anak.
Fase remaja merupakan fase yang penuh gejolak. Anak di usia remaja umumnya sengat labil dan sibuk mencari jati dirinya, ego dan emosinya meninggi serta memiliki sikap mencoba-coba dan keingintahuan yang tinggi. Karena itulah dibutuhkan pengarahan dan pendidikan yang lebih intens bagi mereka.
Pada fase remaja anak dididik untuk memiliki sikap tanggung jawab dan memahami nilai-nilai ajaran agama. Perkembangan agama pada masa ini sangat penting. Apabila pemahaman dan pengamalan agama anak telah dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari kepada mereka, maka masalah pembinaan agama telah dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari kepada mereka, maka masalah pembinaan akhlak akan lebih mudah dilakukan, karena mereka telah terlatih memahami perintah agama dan men jauhi larangannya.

5. Pendidikan Dewasa
Fase dewasa terbagi tiga, yaitu:
# Dewasa awal (early adulthood), terjadi pada usia 21-40 tahun.
# Masa setengah baya (middle age), berlangsung antara usia 40-60 tahun dan biasanya orang-orang pada usia ini dikatakan mengalami pubertas kedua.
# Masa tua (old age/ senescence), berlangsung antara usia 60-wafat.

Pendidikan bagi orang dewasa dapat dilakukan melalui majelis ilmu, karena majelis ilmu sarat dengan dzikrullah sehingga memperoleh ketenangan jiwa dan jauh dari hinar binger dunia. Pada fase ini sebenarnya manusia sudah cukup matang, apalagi biasanya fase ini minimal menjalani setelah memasuki perguruan tinggi, dan dia telah mendapat bimbingan akhlak, moral dan agama sejak dini dari orang tuanya. Namun, pada fase dewasa manusia tetap membutuhkan pendidikan dan nasehat dari orang tua atau keluarganya terutama apabila ia melakukan kesalahan karena lupa atau lalai.
Memasuki usia dewasa bukan berarti mengakhiri kewajiban menjalani proses pendidikan. Islam mengajarkan bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup dan tidak akan berhenti sebelum nyawa berpisah dari badan.
Dalam suatu hadits Rasulullah memerintahkan untuk mengajarkan kalimat Lailahaillallah kepada mukmin yang berada diambang kematian. Ini adalah batas akhir bagi pendidikan orang dewasa.

BAB III
KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat kita tarik beberapa kesimpulan, yaitu:
 Dalam konteks fungsi edukatif, maka sebuah keluarga muslim berfungsi dalam memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan.
 Pendidikan anak dimulai dari dalam setiap rumah tangga di bawah naungan kedua orang tuanya.
 Pendidikan dalam keluarga adalah upaya pembinaan yang dilakukan orang tua terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya.
 Orang tua adalah central teacher dalam keluarga karena setiap anak mendapatkan pendidikan pertama kali dan biasanya yang paling membekas adalah dari orang tuanya.
 Prases pendidikan yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya dapat melalalui beberapa alat pendidikan (non fisik), yaitu keteladanan, pembiasaan, hukuman dan ganjaran serta pengawasan.
 Sebagai sebuah proses, pendidikan mengalami beberapa fase yaitu:
o Fase pra natal, yang terdiri dari masa pra-konsepsi dan masa pasca konsepsi.
o Fase pasca natal, terdiri dari masa bayi, masa kanak-kanak, masa anak-anak, masa remaja dan masa dewasa.